METODE PENDIDIKAN RASULULLAH TELADAN
DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ISLAM BAGI PENDIDIK UMAT
1. LATAR BELAKANG
Era
globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut
negara dan menjadi sebuah keniscayaan. Era ini menghendaki setiap negara
beserta individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik antar
negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi esensi dari
globalisasi tak jarang memiliki pengaruh dan dampak yang negatif pula
jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada
aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi
dan perdagangan serta memberikan dampak multidimensi. Globalisasi memang
menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan menarik
gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi.
Bidang
pendidikan pun juga tidak luput dari efek yang ditimbulkan dari
globalisasi. Isu yang digulirkan untuk pendidikan adalah kompetensi bagi
setiap individu yang terlibat dalam proses pendidikan maupun keunggulan
kompetitif yang harus dimiliki oleh institusi pendidikan. Jika dilihat
sekilas, muatan nilai yang terdapat dalam agenda globalisasi nampak
universal dan tidak memiliki dampak negatif. Namun jika ditelaah
standard kompetensi dan keunggulan kompetitif yang seperti apa inilah
yang perlu dicermati dengan seksama.
Faktanya,
standard tersebut tampak di permukaan ditentukan oleh dunia
internasional melalui lembaga internasional semacam UNESCO atau yang
sejenis dan menjadi sebuah kesepakatan dunia, akan tetapi ada sisi gelap
yang belum terkuak yaitu pihak perumus standard tersebut adalah negara
Eropa dan Amerika. Bagi kalangan masyarakat awam, kedua kawasan (Eropa
dan Amerika) tersebut masih relevan menjadi kiblat peradaban modern dan
mapan. Dikatakan demikian karena penampakan yang ada dan diopinikan
dengan sistematis bahwa Amerika dan Eropa telah berhasil menjadi negara
yang unggul dibandingkan negara lainnya dan menampakkan gambaran
kesejahteran dan kemakmuran yang dirasakan oleh setiap orang yang berada
di kawasan tersebut.
Pandangan
akan kemilau keberhasilan Amerika dan Eropa membangun peradaban
modernnya yang didalamnya juga terdapat pola pendidikan diasumsikan
terbaik tidak hanya bagi masyarakat awam. Negara-negara di dunia ketiga
yang notabene banyak diantaranya adalah negeri-negeri muslim silau
dengan keberhasilan pendidikan di kedua kawasan tersebut dan
menjadikannya benchmark / patokan untuk pengembangan pendidikan di negaranya masing-masing.
Perlu
diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan
oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan
lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara agama
dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut paham Sekulerisme.
Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya
degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia
pendidikan yang mencuat di permukaan dimuat oleh beberapa media massa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.
Ambillah contoh, baru-baru ini seluruh pelajar SMA di Indonesia
melangsungkan Ujian Akhir Nasional. Standard kelulusan yang ditetapkan
Mendiknas tiap tahunnya dinaikkan mulai dari 3,00 pada tahun 2003 hingga
5,25 pada 2008 ini. Penetapan standard ini sebagai implementasi
penyetaraan kompetensi pelajar Indonesia
dengan pelajar Internasional. Tapi di tataran praktik, banyak terjadi
fenomena paradoks dan fakta yang ironis. Seperti anak yang dikenal
pintar ternyata tidak lulus UAN dengan berbagai alasan, belum lagi
variasi kecurangan selama UAN berlangsung yang ternyata tidak dominasi
pelajar tapi juga sampai pada jajaran guru dan sekolah untuk mengelabui
dan mengejar standard kelulusan.(JawaPos, 23/04/2008)
Juga, Indonesia
diketahui sebagai negara pada urutan ketujuh dunia sebagai negara
pengakses situs-situs porno. Lebih jauh lagi, dibahas didalamnya
ternyata sebagai pengakses situs porno dari Indonesia
dari kalangan pelajar. Prosentase terbesar diduduki oleh pelajar SMA
sejumlah 38% diikuti oleh mahasiswa sebesar 33,6% dan ternyata dari
kalangan siswa SMP juga menjadi pengakses situs porno17,3% sisanya
sebesar 11% ditempati oleh masyarakat non pelajar. (Times, 14/12/2006)
Kasus
parah lainnya yang tampak sebagai indicator degradasi moral dalam
pandangan umum adalah tawuran yang sering dilakukan di kalangan pelajar
ternyata juga merambah di kalangan mahasiswa. Padahal jika memandang
secara idealnya, seharusnya semakin tinggi jenjang pendidikan yang
dilalui oleh anak didik semestinya yang bersangkutan mengedepankan etika
dan logika-rasional akademisi. Maksudnya mahasiswa sebagai insan
pendidikan yang menjalani jenjang tertinggi tidak seharusnya terbawa
emosi sehingga berujung pada tawuran. Peristiwa yang sering terjadi di
kota Jakarta, maupun Makassar, Medan, Palu itu yang tampak, mungkin akan
banyak lagi yang belum terjangkau liputan media massa sehingga tidak
tampak di permukaan.
Beberapa contoh kasus diatas merupakan efek negatif dari pola pendidikan yang diadopsi Indonesia
dari negara acuannya yaitu Eropa dan Amerika. Dikatakan berefek negatif
karena ditinjau secara kebijakan makro, pendidikan Barat tidak lepas
dari kerangka berpikir pada ideologi kapitalisme. Padahal sudah banyak
dikupas habis banyaknya kelemahan dan keburukan pada ideology
kapitalisme sebagai buah tangan manusia. Sedangkan jika ditinjau secara
mikro, permasalahan tidak adanya link and match antara materi
yang didapatkan di bangku sekolah dengan realitas yang ada di lapangan.
Sehingga anak didik sering mengalami kebingungan sesuai menyelesaikan
masa studi dan mulai memasuki masyarakat. Lulusan institusi pendidikan
belum sempat menentukan langkah sudah tenggelam dengan hiruk pikuknya
tata kehidupan materialistic.
Selain
itu, esensi materi pendidikan yang distandardisasi (baca : ditiru) dari
Barat bermuatan budaya dan pemikiran yang tidak sesuai dengan syari’at
Islam. Indikasi yang bisa dijumpai, masih diajarkannya teori evolusi Darwin tanpa diimbangi dengan pemahaman Islam terhadapnya. Hukum kekekalan massa
pada fisika yang juga semestinya dinilai secara kritis dalam pandangan
Islam oleh gurunya. Belum lagi pelajaran yang berkaitan dengan
sosial-ekonomi yang bisa dikatakan sekitar 85% tidak sesuai dengan
Syari’at Islam. Ditambah lagi mata pelajaran agama yang diajarkan di
sekolah maupun pendidikan tinggi cuma +2 jam dalam seminggu.
Itupun materi ajarnya ‘menjenuhkan’ artinya dari mulai Sekolah Dasar
hingga Pendidikan Tinggi pembahasannya berputar permasalahan ibadah
mahdloh. Sedangkan permasalahan interaksi manusia (muamalat) hampir tidak ada sama sekali.
Derasnya serangan tsaqofah
Barat seperti sikap hedonistic dengan implikasinya berupa gaya hidup
hura-hura, konsumeristik, rakus, boros, cinta mode, pergaulan bebas,
individualistic, kebebasan yang salah arah dan lepas kendali serta
tampilan pada anak didik sebagai generasi permisif dan anarkis yang
telah disebutkan diatas secara eksplisit wujudnya. Serangan tersebut
berakibat pada pengaruh dan peran pendidik umat (guru) menurun drastic
sehingga pendidik umat secara perlahan-lahan kehilangan kewibawaan dan
keteladanan di tengah-tengah anak didik.
Akhirnya
kita dihadapkan pada perkara inti yaitu bagaimana gambaran pola
pendidikan Islam ? bagaimana pula sosok pendidik umat yang dibutuhkan
untuk membangun kepribadian Islam pada anak didik kaum muslimin?.
Pertanyaan ini akan mudah untuk dijawab jika kita memiliki pedoman yang
jelas dan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah serta ber-azzam
(bertekad kuat) untuk menggali dan mengeksplorasi khazanah Islam sebagai
fundamendal pendidikan generasi muda yang handal. Karena sungguh
didalam Al-Qur’an Sunnah telah dijelaskan dengan mendalam segala aspek
kehidupan termasuk aspek pendidikan. Maka dari itu penulis mencoba akan
menguraikan pada penjelasan berikut ini.
2. ARAH DAN PILAR PENDIDIKAN ISLAM
Kerusakan
yang lama ada pada pola pendidikan di negara Barat sepatutnya
ditinggalkan oleh kaum muslimin. Kerusakan tersebut timbul dikarenakan
tidak adanya muatan ruhiyah dalam penelitian dan pengembangan sains dan
teknologinya. Sehingga dampak yang bisa dirasakan, pola pendidikan
tersebut menghasilkan output berpikir dan bersikap berdasarkan
pada prinsip materialisme dengan menanggalkan prinsip syari’at Islam.
Dari sinilah problem sosial kemasyarakatan muncul dan kerusakan tatanan
kehidupan. sebagaimana telah disitir dalam ayat berikut ini
“ Telah nyata kerusakan didaratan dan dilautan oleh karena tangan – tangan manusia “. (Ar- Rum : 41).
Segala
urusan dunia jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia
tanpa melibatkan hukum-hukum Allah didalamnya, maka solusi tersebut
tidak bisa menuntaskan masalah. Sehingga yang terjadi adalah fenomena
tambal sulam ataupun gali lubang, tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada Islam.
Islam
diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad tidak sekadar
melakukan perbaikan akhlaq. Namun lebih jauh lagi, turunnya Islam
menjadi penyempurna dari semua agama yang ada dan memuat semua tata
aturan kehidupan secara paripurna. Islam menjelaskan aturan mulai dari
masuk kamar mandi hingga masuk parlemen, mulai dari menegakkan sholat
hingga menegakkan Negara Islam. Demikian pula, Islam menjelaskan secara
total bagaimana kaidah pendidikan sesuai dengan Khitab As-Syaari’.
Jadi sangat disayangkan jika kaum muslimin berpaling dari Islam malah
meniru total pendidikan ala Barat karena silau dengan kemajuannya.
“Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqoroh : 208)
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah
Dia telah sesat, sesat yang nyata”(QS.Al-Ahzab : 36)
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS.An-Nisa’: )
Sepanjang
sejarah dunia, Islam telah terbukti mampu membangun peradaban manusia
yang khas dan mampu menjadi pencerah serta penerang hampir seluruh dunia
dari masa-masa kegelapan dan kejayaannya +13 abad lamanya.
Factor paling menentukan atas kegemilangan Islam membangun peradaban
dunia adalah keimanan dan keilmuannya. Tidak ada pemisahan ataupun
dikotomi atas kedua factor tersebut dalam pola pendidikan yang
diterapkan. Sehingga generasi yang dihasilkan juga tidak diragukan
kehandalannya hingga kini.
Sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih ad-diin
terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan
perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan
teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi),
Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi),
Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi),
Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi)
dan masih banyak lagi lainnya. Mereka dikenal tidak sekadar paham
terhadap sains dan teknologi namun diakui kepakarannya pula di bidang
ilmu diniyyah.
Kalau
begitu pola pendidikan seperti apa yang mampu mencetak generasi islam
berkualitas sekaliber tokoh-tokoh dunia tersebut? Penting kiranya
menyatukan persepsi tentang pendidikan sesuai kaidah Syara’. Hakekat
pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna yang diridhoi
Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan pendidikan sebagai proses menuju
kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab puncak
kesempurnaan itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW.
Karena itu, keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar
pencapaian kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal.
Setelah diketahui hakikat pendidikan maka berikutnya bisa dirumuskan
tujuan dari pendidikan Islam yang diinginkan yaitu :
1. Membangun
kepribadian islami yang terdiri dari pola piker dan pola jiwa bagi umat
yaitu dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran,
dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa anak didik. Karenanya harus
disusun dan dilaksanakan kurikulum oleh Negara.
2. Mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi orang ‘alim dan faqih
di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad, Fiqh, Peradilan,
dll) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi (kimia, fisika,
kedokteran, dll). Sehingga output yang didapatkan mampu menjawab setiap
perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.
Kedua
tujuan dari pola pendidikan Islam bisa terlaksana jika ditopang dengan
pilar yang akan menjaga keberlangsungan dari pendidikan Islam tersebut.
Pilar penopang pendidikan Islam yang dibutuhkan untuk bekerja sinergis
terdiri dari :
1. Keluarga
Dalam
pandangan Islam, keluarga merupakan gerbang utama dan pertama yang
membukakan pengetahuan atas segala sesuatu yang dipahami oleh anak-anak.
Keluarga-lah yang memiliki andil besar dalam menanamkan prinsip-prinsip
keimanan yang kokoh sebagai dasar bagi si anak untuk menjalani
aktivitas hidupnya. Berikutnya, mengantarkan dan mendampingi anak meraih
dan mengamalkan ilmu setingggi-tingginya dalam koridor taqwa. Jadi
keluarga harus menyadari memiliki beban tanggung jawab yang pertama
untuk membentuk pola akal dan jiwa yang Islami bagi anak. Singkatnya,
keluarga sebagai cermin keteladanan bagi generasi baru. Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda :
كلّ مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصّرانه أو يمجّسانه
“Setiap
anak dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan
anak itu beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)
رضى الرّبّ في رضى الوالدوسخط الرّبّ في سخط الولد
“Ridho
Tuhan terletak pada ridho orang tua, demikian juga kemurkaan Tuhan
terletak pada kemurkaan orang tua.” (HR.Al-Bukhori no.6521)
2. Masyarakat
Pendidikan
generasi merupakan aktivitas yang berkelanjutan tanpa akhir dan
sepanjang hayat manusia. Oleh karena itu, pola pendidikan Islam tidak
berhenti dan terbatas pada pendidikan formal (sekolah), namun justru
pendidikan generasi Islami yang bersifat non formal di tengah masyarakat
harus beratmosfer Islam pula. Kajian tsaqofah islam serta ilmu
pengetahuan dan sarana penunjangnya menuntut peran aktif dari masyarakat
pula. Ada
beberapa peran yang bisa dimainkan masyarakat sebagai pilar penopang
pendidikan generasi islami yaitu sebagai control penyelenggaraan
pendidikan oleh negara dan laboratorium permasalahan kehidupan yang
kompleks.
خذاالحكمة ممن سمعتموها فانه قديقول الحكمة غير الحكيم وتكون الرمية من غير رام
“Ambillah
hikmah yang kamu dengan dari siapa saja, sebab hikmah itu kadang-kadang
diucapkan oleh seseorang yang bukan ahli hikmah. Bukankah ada lemparan
yang mengenai sasaran tanpa disengaja?” (HR. Al-Askari dari Anas ra dalam kitab Kashful Khafa’ Jilid II, h.62))
العلم ضالة المؤمن حيث وجده أخذه
Hikmah laksana hak milik seorag mukmin yang hilang. Dimanapun ia mejumpainya, disana ia mengambilnya (HR. Al-Askari dari Anas ra)
3. Madrasah
Tempat
untuk mengkaji keilmuan lebih intensif dan sistematis terletak pada
Madrasah. Semasa Rasulullah SAW, masjid-masjid yang didirikan kaum
muslimin menjadi lembaga pendidikan formal bagi semua manusia.
Didalamnya tidak semata-mata membahas ilmu diniyah, namun juga ilmu
terapan. Rasulullah menjadikan masjid untuk menyampaikan ajaran-ajaran
Islam, tapi penyusunan strategi perang pun juga seringkali dilakukan
oleh Rasulullah SAW bersama para sahabat didalam masjid. Sedangkan
dimasa modern saat ini pendidikan bisa dialihkan yang semula masjid ke
tempat dengan fasilitas yang menunjang dalam proses pembelajaran lebih
efektif baik itu sekolah maupun perguruan tinggi. Hal ini sah-sah saja
dan tidak bisa dianggap sebagai upaya memisahkan anak didik dari masjid.
Peradaban Islam mengalami puncak kegemilangan
pada saat Bani Abbasiyah memegang tampuk kekuasaan dalam system
pemerintah Khilafah Islamiyah. Sepanjang pemerintahan Khilafah
Abbasiyah, perhatian sangat besar diberikan pada pengembangan ilmu
pengetahuan dengan pola pendidikan islami. Sejarah mencatat berdirinya
Bait Al-Hikmah sebagai madrasah dengan jenjang pendidikannya yang
sistematis. Bait Al-Hikmah dibangun oleh Khalifah Al-Ma’mun yang dikenal
sebagai khalifah pencinta ilmu pengetahuan. Dari Bait Al-Hikmah inilah
lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang telah disebutkan sebelumnya. Juga
Bait Al-Hikmah lah menjadi mercusuar ilmu pengetahuan yang didatangi
oleh semua orang dari segala penjuru dunia termasuk Barat. Dan munculnya
Renaissance di Eropa terjadi setelah banyak orang Eropa menggali ilmu pengetahuan dari bait Al-Hikmah.
Sistematika pendidikan islam yang bisa diterapkan dalam madrasah dikelompokkan secara berjenjang (marhalah)
yang harus memperhatikan fakta anak didik di setiap tingkatan. Tentunya
bobot yang diberikan disetiap tingkatan memiliki komposisi yang berbeda
namun proporsional. Sedangkan keberhasilan sistematika pendidikan
islami yang ada pada madrasah tergantung pada para tenaga pendidiknya.
Perkembangan sikap dan pemahaman yang terdapat pada anak didik merupakan
tanggung jawab terbesar pada para tenaga pendidik. Lebih dari itu,
syakhsiyah Islamiyah yang dicita-citakan pada anak didik menjadi
sempurna apabila para tenaga pendidiknya lebih dahulu memiliki
syakhsiyah islamiyah tersebut dan mampu meningkatkan secara
berkelanjutan. Madrasah meletakkan harapan besar kepada para tenaga
pendidik untuk memberikan proses yang tidak sekadar transfer of knowledge tapi juga cultivate of spirit and value. Maka dari itu arti guru yaitu digugu dan ditiru benar-benar bisa terlaksana dan terjaga dengan baik.
4. Negara
Negara
sebagai pilar penopang bisa mewujudkan pola pendidikan Islami akan
lebih optimal, efektif dan sempurna jika didukung dengan semua kebijakan
yang dikeluarkan terhadap aspek kehidupan ini berlandaskan syari’at
Islam. Peran yang bisa diambil oleh Negara dalam mewujudkan pola
pendidikan Islami diantaranya :
a. Menyusun
kurikulum berdasarkan aqidah islam untuk semua institusi pendidikan
(sekolah dan perguruan tinggi). Filterisasi terhadap paham-paham sesat
dan menyesatkan bisa dijalankan melalui standar kurikulum Islami.
Sehingga harapannya tidak lagi masuk di materi sekolah tentang teori Darwin, ekonomi ribawi, serta filsafat liberal-sekuler dan lainnya yang tidak sesuai dengan Aqidah Islam.
b. Seleksi
dan kontrol ketat terhadap para tenaga pendidik. Penetapan kualifikasi
berupa ketinggian syakhsiyah islamiyah dan kapabilitas mengajar. Jika
sudah didapatkan tenaga pendidikan yang sesuai kualifikasi, negara harus
menjamin kesejahteraan hidup para tenaga pendidik agar mereka bisa
focus dalam penelitian dan pengembangan ilmu bagi anak didik dan tidak
disibukkan aktivitas mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
c. Menyajikan content pendidikan dengan prinsip Fikru lil Amal (Link
and Match / ilmu yang bisa diamalkan). Artinya jangan sampai isi materi
pendidikan tidak membumi (tidak bisa diterapkan) sehingga tidak
berpengaruh dan tidak memotivasi anak didin untuk mendalaminya.
d. Tidak
membatasi proses pendidikan dengan batasan usia dan lamanya belajar.
Karena hakekat pendidikan adalah hak setiap manusia yang harus dipenuhi
oleh Negara. Allah mengamanahkan penguasa negara untuk benar-benar
memenuhi kebutuhan umat tanpa syarat termasuk pendidikan.
الامام راع وهو مسؤول عن رعيته
“Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar)
Arah Pendidikan
Rasulullah
SAW selaku penyampai risala Islam yang mulia merupakan cerminan yang
komprehensif untuk mencapai kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir.
Bahkan sayyidah ‘Aisyah tatkala ditanya oleh beberapa sahabat mengenai
pribadi Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Rasulullah itu adalah Al-Qur’an
berjalan. Artinya semua kaidah kehidupan yang ditetapkan islam melalui
Al-Qur’an semuanya contoh sudah terdapat dan dijumpai dalam diri
Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya menjadi seorang nabi, tapi juga
kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru dengan
teladan yang baik. Allah SWT sendiri telah memuji keluhuran pribadi
Rasulullah SAW dalam ayat-Nya :
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS.Al-Ahzab : 21)
Jaminan
mardhatillah akan didapatkan oleh setiap orang yang bersungguh-sungguh
menggali dan meneladani kepribadian Rasulullah. Selain itu jaminan
keselamatan dan syafa’at saat hari kiamat akan diberikan Rasulullah.
Jadi tidak ada keraguan lagi dan tidak akan memilih cara lain termasuk
dalam menerapkan pola pendidikan selain yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW.
Sosok Rasulullah SAW yang menjadi pendidik sukses bisa diakui tidak cuma kalangan dunia Islam namun juga dari komentar yang diberikan oleh kalangan Barat seperti Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan: “Muhammad
merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan
dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa
Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang
mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo
yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep
pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan
meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa,
karena -dari sudut pragmatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia
adalah seorang pangeran di antara pendidik”. Selain itu Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh dunia
meletakkan Rasulullah Muhammad di posisi pertama sebagai sosok paling
berhasil dan tak tergantikan oleh sosok lainnya berkaitan dengan
memimpin dan mendidik umat dalam kurun waktu singkat sehingga terwujud
kehidupan yang mulia.
Wujud
pendidik umat yang mampu membangun generasi islami dengan ciri yang
melekat padanya berupa pola pikir dan pola jiwa yang islami sebagaimana
dicontohkan oleh Rasulullah bisa ditinjau dari sifat seorang pendidik
serta strategi pendidikan yang dimiliki pendidik. Jika kedua hal ini
dipahami dengan benar dan diimplementasikan dengan istiqomah, niscaya
generasi islami akan terwujud. Sifat Rasulullah memang yang paling khas
adalah Shiddiq, Fathonah, Tabligh, dan Amanah. Namun secara spesifik
untuk seorang pendidik, bisa dijumpai sifat yang dicontohkan Rasulullah
SAW berikut ini :
a. Kasih Sayang.
Wajib dimiliki oleh setiap pendidik sehingga proses pembelajaran yang
diberikan menyentuh hingga ke relung kalbu. Implikasi dari sifat ini
adalah pendidik menolak untuk tidak suka meringankan beban orang yang
dididik.
“Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS.Al-Fath : 29)
b. Sabar.
Bekal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pendidik yang sukses.
Keragaman sikap dan kemampuan memahami yang dimiliki oleh anak didik
menjadi tantangan bagi pendidik. Terutama bagi anak didik yang lamban
dalam memahami materi dibutuhkan kesabaran yang lebih dari pendidik
untuk terus mencari cara agar si anak didik bisa setara pemahamannya
dengan yang lainnya.
“Hai
orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS.Al-Baqoroh : 153).
c. Cerdas.
Seorang pendidik harus mampu menganalisis setiap masalah yang muncul
dan memberikan solusi yang tepat untuk mengembangkan anak didiknya
merupakan wujud dari sifat cerdas. Kecerdasan yang dibutuhkan tidak cuma
intelektual namun juga emosional dan spiritual.
d. Tawadhu’.
Pantang bagi seorang pendidik memiliki sifat arogan (sombong) meski itu
kepada anak didiknya. Rasulullah mencontohkan sifat tawadhu’ kepada
siapa saja baik kepada yang tua maupun yang lebih muda dari beliau.
Sehingga tidak ada jarang yang renggang antara pendidik dengan anak
didik dan akan memudahkan pembelajaran dan memperkuat pengaruh baik
pendidik kepada anak didik karena penghormatan.29. Muhammad itu adalah
utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu
Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406].
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam
Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar.
عن أنس بن مالك رض الله عنه مرّ صبيانٍ فسلّم عليهم وقال كان النبيّ صلى الله عيه وسلّم يفعله(HR.Bukhori)
e. Bijaksana.
Seorang pendidik umat tidak boleh mudah terpengaruh dengan kesalahan
bahkan oleh keburukan yang dihadapinya dengan bijaksana dan lapang dada
sehingga akan mempermudah baginya memecahkan sebab-sebab permasalahan
tersebut
f. Pemberi Maaf.
Anak didik yang ditangani oleh pendidik umat tentunya tidak luput dari
kesalahan maupun sikap-sikap yang tidak terpuji lainnya. Maka dari itu
pendidik umat dituntut untuk mudah memberikan maaf meskipun ada sanksi
yang diberikan kepada anak didik yang menjadi pelaku kesalahan sebagai bagian dari edukasi.
g. Kepribadian yang Kuat.
Sanksi bisa jadi tidak diperlukan dalam mengedukasi anak didik jika
seorang pendidik umat memiliki kepribadian yang kuat (kewibawaan, tidak
cacat moral, dan tidak diragukan kemampuannya) sehingga memunculkan
apresiasi dari anak didik, bukannya apriori. Sehingga secara otomatis
bisa mencegah terjadinya banyak kesalahan dan mampu menanamkan keyakinan
dalam diri anak
h. Yakin terhadap Tugas Pendidikan.
Rasulullah dalam menjalankan tugas mengedukasi umat selalu optimis dan
penuh keyakinan terhadap tugas yang diembannya. Patutlah jika pendidik
umat juga memiliki sifat ini yaitu yakin usaha sampai, karena Allah SWT
akan mempercepat pemberian terhadap manusia yang memiilki keyakinan
tinggi terhadap keberhasilan setiap tugas yang dilakukan. Sesuai dengan
hadits Qudsi bahwa Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya.
Sifat-sifat diatas menjadi bekal dan support bagi
pendidik umat untuk berhasil dalam mengimplementasikan strategi yang
disusunnya. Rasulullah sebagai pendidik memiliki strategi pendidikan
yang penting diketahui. Strategi tersebut terdiri dari metode, aksi, dan
teknik yang diperlukan dalam mendapatkan hasil yang maksimal untuk
pendidikan islami. Metode yang dilakukan Rasulullah meliputi :
1. Spiritual-Mentality Building. Rasulullah
meletakkan pondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat terhadap kaum
muslimin semasa itu. Karena jika pendidikan tidak dimulai dari dalam
diri, maka apapun manifestasi pendidikan tersebut hanyalah manipulatiif.
Pembentukan mental islam yang kuat akan menghindarkan anak didik dari
penyakit hati seperti benci, dengki, buruk sangka, sombong, bohong,
pesimis, dsb. Jika seseorang telah mampu mengeliminasi penyakit hati,
maka orang tersebut berpotensi besar untuk sukses.
2. Applicable.
Allah SWT tidak pernah memerintahkan keimanan kecuali disertai dengan
tindakan nyata. Maka berawal dari kenyataan ini, Rasulullah SWT
melakukan penguatan pengetahuan teoritis dengan aplikasi praktis. Sebab
akan bisa didapatkan manfaat hakiki yang lahir dari aplikasi praktis
terhadap pengetahuan teoritis tersebut.
“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik” (QS.Ar-Ra’d : 29)
3. Balance in Capacity.
Artinya sebagai seorang pendidik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
adalah memberikan penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan
kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas
yang berlebihan akan menyebabkan seorang pendidik tersebut dijauhi dan
tugasnya pun akan ditinggalkan. Metode ini sesuai dengan hadits
Rasulullah
فاذا أمرتكم بشيء فاتوامنه مااستطعتم
“jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka tunaikanlah sesuai dengan kemampuan kalian (yang paling maksimal). (HR.Muslim no. 1307)
ما انت بمحدّث قوم حديثًا لاتبلغه عقولهم إلاّكان لبعضهم فتنةً
“
Kamu sekali-kali janganlah memberi penjelasan kepada suatu kaum,
penjelasan yang tidak bisa dijangkau oleh akan mereka, kecuali ia akan
menjadi fitnah bagi sebagian diantara mereka.”(HR.Muslim)
4. Right Treatment for Diversity.
Pendidikan Islami memerlukan tindakan tepat terhadap keragaman anak
didik. Keragaman tersebut bisa diklasifikasi berdasarkan demografi.
Rasulullah memberi perlakuan berbeda dalam mendidik antara pria dengan
wanita, antara orang badui dengan orang kota,
antara orang yang baru masuk islam dengan yang sudah lama memeluk
islam. Sehingga jika tepat dalam memberi perlakuan terhadap keragaman
anak didik, apa yang disebut adil akan terwujud dari pendidik kepada
anak didik.
5. Priority & Thing First Thing.
Kemampuan untuk membuat prioritas dan memilah yang terpenting daripada
yang penting sangat diperlukan untuk dimiliki oleh pendidik. Prioritas
dan mendahulukan hal terpenting dalam proses pendidikan islami berarti
menanamkan kebiasaan kepada anak didik bertindak efektif dan efisien.
Efektif artinya melakukan sesuatu yang benar sedangkan efisien berarti
melakukan sesuatu dengan benar.
إغتنم خمسًا قبل خمس حياتك قبل موتك وصحّتك قبل سقمك وفراغك قبل شغلك وشبابك قبل هرمك وغناك قبل فقرك
“Manfaatkan lima perkara sebelum (datang) lima
perkara : masa hidupmu sebelum (datang) matimu, masa sehatmu sebelum
(datang) masa sakitmu, masa senggangmu sebelum (datang) masa sempitmu,
masa mudamu sebelum (datang) masa tuamu, dan masa kayamu sebelum
(datang) masa miskinmu.” (GR. Tirmidzi)
6. Good Advice for Good Time.
Pendidik umat harus mampu memberikan konseling kepada anak didik yang
sedang dilanda masalah ataupun berbuat kesalahan fatal tanpa
disadarinya. Ada yang perlu diperhatikan dalam pemberian nasehat/advice kepada anak didik yaitu kuantitas dan timing.
Kuantitas maksudnya nasihat yang diberikan tidak banyak namun
terkontrol dalam pelaksanaan pada anak didiknya. Jika terjadi pengabaian
pada nasihat pertama, maka bisa kemudian diberi nasehat yang
selanjutnya dan lebih berbobot. Lantas, mengenai waktu/timing
penyampaian nasihat harus tepat. Pemilihan waktu yang tepat saat
memberikan nasehat akan memberikan dampak perubahan yang luar biasa
kepada anak didik.
7. Achievement Motivation.Motivasi
berprestasi penting artinya dimasukkan dalam proses pendidikan islami
karena mengandung dorongan positif yang kuat dari dalam diri manusia
berefek pada sikap dan tindakannya mengarah pada hal yang positif pula.
Sehingga kebajikan lebih dominan dan mampu melenyapkan keburukan sesuai
dengan ayat Al-Qur’an :
“….Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk..”.(QS.Huud:114)
8. Coercive and Reward.Sanksi dan Penghargaan bisa dianggap sebagai upaya memotivasi anak didik. Ada
kalanya anak didik berbuat baik karena takut dihukum dan ada yang
memang menginginkan mendapat pujian dari gurunya. Sedangkan Rasulullah
SAW mencontohkan mengedepankan penghargaan ketimbang sanksi karena Allah
SWT mengutamakan menerima karena suka daripada karena takut. Menerima
karena suka akan memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang
diperintahkan dengan lapang dada.
9. Self-Evaluation. Rasulullah mengajarkan kepada kaum muslimin waktu itu dalam metode pendidikan yang beliau jalankan adalah evaluasi diri (muhasabah).
Anak didik yang selalu diajak untuk melakukan evaluasi diri dalam
keterlibatannya pada proses pendidikan islami akan memacu diri anak
didik untuk melakukan perbaikan sehingga akan didapatkan peningkatan performance (kinerja) yang lebih baik lagi.
10. Sustainable Transfer.Pendidikan
islami merupakan pembentukan diri dan prilaku yang tidak bisa
didapatkan dalam waktu sekejap. Butuh kesinambungan proses baik transfer
maupun control terhadap hasilnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh
Rasulullah juga berjalan dalam jangka waktu yang tidak singkat. Waktu
13 tahun dihabiskan selama di Makkah dan dilanjutkan di Madinah di sisa
usia beliau hingga kembali ke haribaan tidak pernah berhenti untuk terus
dan terus mendidik umat.
Penjelasan
singkat mengenai keteladanan Rasulullah SAW bagi pendidik umat bisa
menjadi bekal untuk melakukan perbaikan mutu sikap dan pikir anak didik
sesuai dengan syari’at Islam. Sebenarnya masih sangat luas sekali-hingga
tak terhitung jumlahnya-,keteladanan yang diberikan Rasulullah SAW.
Tapi sekali lagi, jika kita mau dan bertekad keras untuk memulai dari
yang sedikit dulu namun istiqomah dan ada peningkatan bertahap kelak
kemudian hari dari apa-apa yang telah dicontohkan Rasulullah, insya
Allah akan menghasilkan kualitas anak didik yang tidak diragukan lagi
kehandalannya.
4. KHATIMAH
Pembangunan
dan pembentukan generasi islam berkualitas sebagaimana para sahabat,
tabi’in, tabi’in-tabi’at dan ulama-ulama kenamaan merupakan bukti
keberhasilan pola pendidikan islami. Generasi islam dinilai berkualitas
apabila terbentuk pola pikir dan pola jiwa berlandaskan pada aqidah
Islam yang kuat sehingga mampu mengintegrasikan keimanan dan kompetensi
pada diri anak didik. Pola pendidikan islami sudah ada semenjak
Rasulullah SAW hidup dan beliaulah yang meletakkan pondasinya dengan
banyak keteladanan yang bisa diambil. Dengan dihasilkannya generasi
islami juga akan didapati peradaban mulia seperti yang sudah tercatat
dalam sejarah dunia tentang kegemilangan peradaban islam mengubah dunia
dari kegelapan menuju pencerahan hakiki. Pendidikan islami mampu
membuktikan janji Allah SWT dengan munculnya umat terbaik sesuai dengan
ayat al-Qur’an :
Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.(QS. Ali Imron : 110)
خير كم قرني ثمّالذين يلونهم ثمّ الذين يلونهم ثمّ الذين يلونهم
“Sesungguhnya
yang terbaik dari kalangan kamu ialah sezaman denganku, kemudian orang
yang hidup selepas zaman aku, setelah itu orang yang hidup selepas
mereka”. (HR. Al-Bukhori no. 1496)
DAFTAR PUSTAKA
- Abdurrahman, Hafidz., Membangun Kepribadian Pendidik Umat, WADI Press, 2008
- Ahmed, Shabir., Anas Abdul Muntaqim., Abdul Satar., Islam dan Ilmu Pengetahuan, Penerbit Al-Izzah, 1999
- Al-Baghdadi, Abdurrahman., Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, Penerbit Al-Izzah, 1996
- Asari, Hasan., Menyingkap Zaman Keemasan Islam : Kajian Atas Lembaga-Lembaga Pendidikan, Mizan, 1994
- Hizbut Tahrir Indonesia, Membangun Generasi Berkualitas Dengan Perspektif Islam, 2003
- Hizbut Tahrir Indonesia, Generasi Cerdas, Generasi Peduli Bangsa : Solusi Tuntas Krisis Kepemimpinan, Proceedings Lokakarya Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004
- Lukman, H. Fahmy. Syariat Islam dalam Kebijakan Pendidikan, www.icmimuda.org, 2006
- Yasin, Abu., Strategi Pendidikan Negara Khilafah, Pustaka Thariqul Izzah, 2004
Ass. Wr.Wb
BalasHapusTrims Artikelnya Semoga bermanfaat untuk kita. Dan hanya Allah SWT lah Yang Maha Tahu apa yang kita Inginkan
Wass Wr.Wb