HADIS-HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Keberhasilan
menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah
swt.) dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem
pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam
menyampaikan pesan-pesan ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat,
materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai peserta didik. Dalam
pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode pendidikan yang dapat
melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi
jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu
jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua
keadaan.
Sebaik apapun
tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan
tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode
akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau
tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang lebih penting
daripada materi itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan
harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor
terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan. (Anwar, 2003: 42)
Rasul
saw. sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode
pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran
yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul
saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang,
sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah
saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga
beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun
spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt.
dan syari’at-Nya.
Makalah ini akan menyajikan hadis-hadis Nabi saw.
tentang metode pendidikan dalam lingkup makro dan mikro, yang
dilaksanakan Rasulullah. Hadis-hadis yang berimplikasikan pada metode
pendidikan dalam lingkup makro, meliputi; metode keteladanan, metode
lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode
kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan. Metode pendidikan
dalam lingkup mikro terdiri dari; metode tanya jawab, metode
pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan
masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode
pemberian hukuman.
B. Pembahasan
1. Pengertian Metode Pendidikan.
Satu
dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah
ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi
pendidikan dapat diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat
yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode,
suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan
efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Secara
etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti
”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus
dilalui. Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk
melakukan sesuatu.(Poerwakatja, 1982: 56). Sedangkan dalam bahasa
Inggeris, disebut dengan method yang mengandung makna metode dalam
bahasa Indonesia.(Wojowasito, 1980:113). Dalam bahasa Arab, metode
disebut dengan tharīqah yang berarti jalan atau cara.(Louwis, t.t.:
465). Demikian pula menurut Yunus, tharīqah adalah perjalanan hidup,
hal, mazhab dan metode.(Munawwir, 1997: 849). Secara terminologi, para
ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, di antaranya
pengertian yang dikemukakan Surakhmad (1998: 96), bahwa metode adalah
cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Menurut Yusuf (1995: 2), metodologi adalah ilmu yang mengkaji atau
membahas tentang bermacam-macam metode mengajar, keunggulannya,
kelemahannya, kesesuaian dengan bahan pelajaran dan bagaimana
penggunaannya. Poerwakatja (1982: 386), mengemukakan; metode
pembelajaran berarti jalan ke arah suatu tujuan yang mengatur secara
praktis bahan pelajaran, cara mengajarkannya dan cara mengelolanya.
Berdasarkan
definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode
pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a. Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab;
b. Aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c. Tujuan harus dicapai secara efektif.
Ada
istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan
metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi, sebagai berikut:
a. Pendekatan (al-madkhal/approach).
Pendekatan
yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung
prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang
bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran
bahasa, bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan terlebih
dahulu sebelum aspek membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga dari
asumsi tersebut pendidik dapat menentukan metode yang tepat.(Sumardi,
t.t: 91-94).
b. Teknik/strategi.
Teknik penyajian bahan pelajaran
adalah penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan
bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan
pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik. Teknik adalah
pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan metode yang
didasarkan atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik harus
sejalan dengan metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah
peserta didik yang tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan
tepat, pendidik memintakan peserta didik untuk menirukan ucapannya.
c. Metode.
Metode
adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian bahan/materi
pelajaran secara sistematis dan metodologis serta didasarkan atas suatu
pendekatan, sehingga perbedaan pendekatan mengakibatkan perbedaan
penggunaan metode. Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan
Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan pembinaan pengetahuan,
sikap dan tingkah laku sehingga terlihat dalam pribadi subjek dan obyek
pendidikan, yaitu pribadi Islami. Selain itu, metode dapat membawa arti
sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam,
sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.(Nata, 2001:
91).
Metode, merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan
monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode mengandung kegunaan yang
serba ganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi
tertentu dapat digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat
tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk dan kemampuan dari
metode sebagai alat. Sebaliknya monopragmatis, bilamana metode
mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaannya
mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan kebermaknaan
menurut kondisi sasarannya. Mengingat sasaran metode adalah manusia,
maka pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Metode
pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran
jalannya proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang
sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru baru
berdaya guna dan berhasil guna, jika mampu dipergunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang
tepat guna adalah metode yang mengandung nilai nilai instrinsik dan
ekstrinsik, sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat
dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam
tujuan pendidikan Islam. (Arifin, 1996: 197). Nahlawi (1996: 204),
mengatakan metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah
Qur’ani dan Nabawi, metode perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode
keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat
serta metode tarģîb dan tarhîb.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas,
dapat dipahami bahwa metode pendidikan Islam adalah berbagai cara yang
digunakan oleh pendidik muslim, sebagai jalan pembinaan pengetahuan,
sikap dan tingkah laku, sehingga nilai-nilai Islami dapat terlihat dalam
pribadi peserta didik (subjek dan obyek pendidikan).
2. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Makro
a. Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ
بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ
وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn
Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn
Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa
Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti
Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn
Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau
menggendongnya. (al-Bukhari, 1987, I: 193)
Hadis
di atas tergolong syarîf marfû’ dengan kualitas perawi yang sebagian
terdiri dari şiqah mutqinũn, ra’su mutqinũn, şiqah dan perawi bernama
Qatadah adalah sahabat Rasulullah saw. (CD Room, Kutub at-Tis’ah).
Menurut
al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak
perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan
kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan
tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di
pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku
tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab
yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan
mereka, bahkan dalam salat sekalipun. (Al-Asqalani, 1379H: 591-592).
Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa
yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru
dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru
memberikan teladan yang baik. (al-Hamd, 2002: 27).
Memperhatikan
kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting
dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau
pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid
meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan
anak didiknya juga berperangai buruk.
Rasulullah saw.
merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui
tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata.
Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana
duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain
sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi
pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan)
adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala
yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan
cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt.
berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33: 21).
Al-Baidhawi
(Juz 5: 9), memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah
perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi
penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh
dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah
keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik
sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur
pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian, keteladanan
menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang
ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna,
adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi
pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai
figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
b. Metode lemah lembut/kasih sayang.
حَدَّثَنَا
أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي
كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا
أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ
عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي
الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ
تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى
أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ
فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ
أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي
وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ
مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ
وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Artinya:
Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah,
hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir
dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn
Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw.,
seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang
mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa
kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika
saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah
Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai
tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya
yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak
membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda:
Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan
manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran. (Muslim, t.t, I:
381).
Hadis di atas tergolong syarîf
marfũ’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah
şubut. An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan
keagungan perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah lembut
dan mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini
juga perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah saw.
dalam mendidik.(an-Nawawi, 1401H, V: 20-21).
Pentingnya metode lemah
lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan
pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah
lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk
akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
c. Metode deduktif.
حَدَََّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ
عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ
يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ
فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ
وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا
عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ
إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ
شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا
فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar,
katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn
Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya
yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda
yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya
terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah
(mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh
wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’,
seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang
mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir.
(al-Bukhari, t.t, I: 234).
Hadis di
atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah mutqin, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat
Rasulullah saw. Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan
secara global) suatu materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan
pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih mengena di hati dan
memberi manfaat yang lebih besar. (an-Andalusi, 1979, I: 97).
d. Metode perumpamaan
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ
الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ
نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ
بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً
.
Artinya; Hadis dari Muhammad ibn
Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi,
hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan
orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana
ke sini. (Muslim, IV: 2146)
Hadis di
atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah
sahabat Rasulullah saw. Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang
munafik, karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya,
diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di antara dua kambing
betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke
duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak
konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw.
sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada
sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini
dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan
yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran
selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu
yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih
samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
e. Metode kiasan.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ
عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا
كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا
قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ
سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ
تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya: Hadis Yahya, katanya hadis
‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang
wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah
menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi.
Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan
bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda
Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya.
Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu.
(al-Bukhari, I: 119)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah hâfiz, sedangkan Aisyah adalah istri Rasulullah saw. Ibn
Hajar, memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah
dalil tentang disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal
yang berkenaan dengan aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang
dianggap aib. (al-Asqalani, I: 415-416). Muhammad bin Ibrahim al-Hamd,
mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1)
Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan
agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan
membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6)
Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan
sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong
seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
f. Metode memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف
والتسري على الناس.
Artinya: Hadis
Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis
Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw.
Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah
saw. suka memberikan keringanan kepada manusia.(al-Bukhari, I: 38)
Hadis
di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, Anas adalah sahabat Rasul saw. Ibnu
Hajar al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan
pentingnya memberikan kemudahan bagi pelajar yang memiliki kesungguhan
dalam belajar, (al-Asqalani, I: 62) dalam arti mengajarkan ilmu
pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar.
Sebagai
pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para
sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas
belajar .
g. Metode perbandingan.
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ
بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ
أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو
أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ
حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا
أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ
مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى
بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي
حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ
عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ
أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
Artinya:
Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn
Numair, hadis Abi Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari
Musa ibn A’yân, hadis Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail
ibn Abi Khalid, hadis Muhammad ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya
ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis katanya aku mendengar Mustaurid
saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw. bersabda: Demi Allah
tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti seorang yang
menaruh jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut,
kemudian perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya. (Muslim, IV: 3193)
Hadis
di atas tergolong syarif marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut dan śaduq. Imam an-Nawâwi
memberi komentar pada hadis ini, dengan ungkapan” akhirat dibandingkan
dengan dunia, dalam hal waktunya dunia itu singkat dan kenikmatannya
yang sirna, sedangkan akhirat serba abadi, sebagaimana perbandingan
antara air yang lengket pada jari dibanding dengan sisanya di lautan.
(an-Nawawi, XVII: 192-193)
Makna hadis di atas yaitu pentingnya
metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan
rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki perbedaan
antara suatu permasalahan dengan lainnya.
3. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Mikro
a. Metode tanya jawab
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ
حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ
أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ
مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ
دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya:
Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn
Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn
Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana
pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di
antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat
kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak
akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah
perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa.
(Muslim, I: 462-463)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah şubut, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah
saw. Metode bertanya ini untuk mengajak si pendengar agar fokus dengan
pembahasan. Misalnya kata; ”bagaimana pendapat kalian?” adalah
pertanyaan yang diajukan untuk meminta informasi. Maksudnya beritahukan
padaku, apakah masih tersisa?. Menurut at-Thiiby, sebagaimana dikutip
al-Asqalâni, menjelaskan lafaz ”لو” dalam hadis tersebut memberi makna
perumpamaan. (al-Asqalani, I: 462).
Metode tanya jawab, apakah
pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut
mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha
menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai
manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.(an-Nahlawi, 1996: 205). Uraian
tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan
orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi,
mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan
karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan dengan pola dinamis
sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti
dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan
terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan
manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog, di
antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi,
deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya
jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para
sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode
tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan
pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan
kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
b. Metode Pengulangan.
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ
قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ
فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya:
Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya
hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda:
Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang
tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. (As-Sijistani, t.t, II:
716).
Hadis di atas tergolong
syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan
şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan
”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan
dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan
tidak tergolong pada orang yang merugi.
Satu proses yang penting
dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang
diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya
melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan
perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting.
Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan
kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya
bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan
juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan
tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode
visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah
saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
c. Metode demonstrasi
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ
حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ
أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ
شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا
وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ
قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ
قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ
وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا
كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Artinya:
Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb
katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi
Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama
beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw adalah seorang
yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami
ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang
orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau
bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang
saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian
melihat aku salat. (al-Bukhari, I: 226)
Hadis
di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah kaşir, şiqah şubut. Hadis ini sangat jelas
menunjukkan tata cara salat Rasulullah saw. kepada sahabat, sehingga
para sahabat dipesankan oleh Rasulullah saw. agar salat seperti yang
dicontohkan olehnya.
Menurut teori belajar sosial, hal yang amat
penting dalam pembelajaran ialah kemampuan individu untuk mengambil
intisari informasi dari tingkah laku orang lain, memutuskan tingkah laku
mana yang akan diambil untuk dilaksanakan. Dalam pandangan paham
belajar sosial, sebagaimana dikemukakan Grendler (1991: 369), orang
tidak dominan didorong oleh tenaga dari dalam dan tidak oleh
stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Tetapi sebagai interaksi
timbal balik yang terus-menerus yang terjadi antara faktor-faktor
penentu pribadi dan lingkungannya.
Metode demonstrasi dimaksudkan
sebagai suatu kegiatan memperlihatkan suatu gerakan atau proses kerja
sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh pendidik atau orang lain
yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode demonstrasi
dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan dengan
baik dan benar.
Metode demonstrasi dapat dipergunakan dalam
organisasi pelajaran yang bertujuan memudahkan informasi dari model
(model hidup, model simbolik, deskripsi verbal) kepada anak didik
sebagai pengamat. Sebagai contoh dipakai mata pelajaran Pikih kelas II
pada madrasah Tsanawiyah yang membahas pelaksanaan shalat Zuhur.
Kompetensi Dasar (KD) dari pokok bahasan tersebut adalah: “Siswa dapat
melaksanaan ibadah shalat Zuhur setelah mengamati dan mempraktekkan
berdasarkan model yang ditentukan”. Untuk mencapai tujuan pembelajaran,
dibutuhkan beberapa kemampuan yang harus dikuasai anak didik dalam
indikator pencapaian, yaitu :
1) Kemampuan gerakan (melakukan posisi
berdiri tegak menghadap kiblat, mengangkat tangan sejajar dengan telinga
ketika takbiratul ihram, membungkuk dengan memegang lutut ketika ruku’,
melakukan i’tidal, melakukan sujud dengan kening menempel di sajadah,
melakukan duduk di antara dua sujud, melakukan duduk tahyat akhir yang
agak berbeda dengan duduk di antara dua sujud, melakukan salam dengan
menoleh ke kanan dan kiri.
2) Kemampuan membaca bacaan salat (bacaan
surat al-Fatihah, bacaan ayat Alquran, bacaan ruku’, bacaan berdiri
i’tidâl, bacaan sujud, bacaan duduk antara dua sujud, bacaan tahyat awal
dan akhir.
3) Menganalisis tingkah laku yang dimodelkan. Tingkah
laku yang dimodelkan sesuai dengan bahan pelajaran adalah ‘motorik”
meliputi keterampilan dalam gerakan salat dan kemampuan membaca bacaan
shalat.
4) Menunjukkan model. Gerakan dalam salat dilakukan
berdasarkan urut-urutannya (prosedural) dan bacaan dalam salat diucapkan
dengan baik dan benar berdasarkan tata cara membaca Alquran (ilmu
tajwid).
5) Memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan
dengan umpan balik yang dapat dilihat, tiap anak didik mempraktekkan
kembali gerakan shalat Zuhur yang ditunjukkan oleh model seiring dengan
aba-aba prosedur yang diberikan guru. Demikian pula dengan bacaan salat
dapat dipraktekkan anak didik.
6) Memberikan reinforcement dan
motivasi. Guru memberikan penguatan pada anak didik yang telah berhasil
melakukan gerakan dengan baik dan benar dan mengarahkan serta
memperbaiki gerakan dan bacaan anak didik yang belum sesuai.
d. Metode eksperimen
حَدَّثَنَا
آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ
أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ
فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ
وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
Artinya:
Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari
ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka
katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn
Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda
dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan saya
berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya
kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda
cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan
meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I: 129)
Hadis
di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis
ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan.
(Al-Asqalani, I: 444) Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian
diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk
mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen
mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
e. Metode pemecahan masalah.
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً
لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا
هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ
وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا
حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ.
Artinya:
Hadis Quthaibah ibn Sâ’id, hadis Ismâil ibn Ja’far dari Abdullah ibn
Dinar dari Umar, sabda Rasulullah saw. Sesungguhnya di antara pepohonan
itu ada sebuah pohon yang tidak akan gugur daunnya dan pohon dapat
diumpamakan sebagai seorang muslim, karena keseluruhan dari pohon itu
dapat dimanfaatkan oleh manusia. Cobalah kalian beritahukan kepadaku,
pohon apakah itu? Orang-orang mengatakan pohon Bawâdi. Abdullah berkata;
Dalam hati saya ia adalah pohon kurma, tapi saya malu
(mengungkapkannya). Para sahabat berkata; beritahukan kami wahai
Rasulullah!. Sabda Rasul saw; itulah pohon kurma.(al-Bukhari, I: 34).
Hadis
di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah şubut, dan şiqah, sedangkan ibn Umar ra. adalah sahabat
Rasulullah saw. Al-Asqalâni (I:147), menyebutkan dengan metode
perumpamaan tersebut dapat menambah pemahaman, menggambarkannya agar
melekat dalam ingatan serta mengasah pemikiran untuk memandang
permasalahan yang terjadi. (al-Asqalani, I: 147). Metode tanya jawab
berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta
mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya, melalui dialog, perasaan
dan emosi pembaca akan terbangkitkan, jika topik pembicaraan disajikan
bersifat realistik dan manusiawi. (an-Nahlawi, t.t.: 205) Uraian
tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan
orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan.
f. Metode diskusi
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا
إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا
دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي
يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ
شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا
وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ
مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
Artinya:
Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia
ibn Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya
Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kalian siapa orang yang muflis
(bangkrut)?, jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta.
Rasul bersabda; Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang
yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,.
Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini,
menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu
diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa
menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan
kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997)
Hadis
di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan Abu Hurairah ra.
adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut an-Nawâwi, Penjelasan hadis di
atas yaitu Rasulullah saw. memulai pembelajaran dengan bertanya dan
jawaban sahabat ternyata salah, maka Rasulullah saw. menjelaskan bahwa
bangkrut dimaksud bukanlah menurut bahasa. Tetapi bangkrut yang
dimaksudkan adalah peristiwa di akhirat tentang pertukaran amal kebaikan
dengan kesalahan. (an-Nawawi, t.t, XVI: 136).
g. Metode pujian/memberi kegembiraan.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ
عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ
الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا
أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ
أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ
النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya: Hadis Abdul
Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi
Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata:
Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada
hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu
Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun
yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang
yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang
mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari
dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49)
Hadis
di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah şubut. sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat
Rasul saw. Ibn Abi Jamrah mengatakan hadis ini menjadi dalil bahwa
sunnah hukumnya memberikan kegembiraan kepada anak didik sebelum
pembelajaran dimulai. Sebagaimana Rasulullah saw. mendahulukan sabdanya;
’saya telah menyangka’, selain itu ‘karena saya telah melihat
semangatmu untuk hadis’. Oleh sebab itu perlu memberikan suasana
kegembiraan dalam pembelajaran. (Andalusi, t.t :133-134)
h. Metode pemberian hukuman.
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي
عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ
خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ
مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ
رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ….
Artinya:
Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan
padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi
Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw.
bahwa ada seorang yang menjadi imam salat bagi sekelompok orang,
kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah saw. melihat, setelah
selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia menjadi imam
salat bagi kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183).
Hadis
di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. memberikan hukuman (marah)
karena orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan
tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah
kiblat ketika salat. (Abadi, t.t, II: 105-106). Dengan demikian
Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat
tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial.
Sanksi
dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak
akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan
hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut,
dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti
tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan
sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari
memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan
balas dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
1) Memberi nasehat dan petunjuk.
2) Ekspresi cemberut.
3) Pembentakan.
4) Tidak menghiraukan murid.
5) Pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
6) Jongkok.
7) Memberi pekerjaan rumah/tugas.
8) Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut.
9) Alternatif terakhir adalah pukulan ringan. (al-Syalhub, Terj. Abu Haekal, 2005: 59-60).
Hal
yang menjadi prinsip dalam memberikan sanksi adalah tahapan dari yang
paling ringan, sebab tujuannya adalah pengembangan potensi baik yang ada
dalam diri anak didik.
C. Penutup
Metode
pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan
bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat
dan sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta
didik. Beberapa metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini
(masih banyak yang belum), terdiri dari metode keteladanan, metode lemah
lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode
kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan, metode tanya
jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode
pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan,
metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman
nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah
kognitif serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik.
.
DAFTAR BACAAN
Andalūsi,
Imâm Ibn Abi Jamrah. Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ
wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi
bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. Beirut: Dârul Jiil, 1979.
Anwar, Qomari. Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa. Jakarta: UHAMKA Press, 2003.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H.
Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb,
Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan
Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Munawwir, Warson Ahmad. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nahlawi,
Abdurrahman. Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal
Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani
Press:1996.
Naisabūri, Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj
al-Qusyairi. Shahih Muslim, Juz 1. Saudi Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah
wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nawâwi, Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria. Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim. Beirut: Dâr al-Fikri, 1401 H.
Poerwakatja, Soegarda. Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Sijistâni, Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’aş. Sunan Abu Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Sumardi,
Muljanto. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama
Islam/IAIN. Jakarta: Departemen Agama RI, Proyek Pengembangan Sistem
Pendidikan Agama, t.t.
Surakhmad,Winarno. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito, 1998.
Syalhub,
Fuad bin Abdul Azizi. Al-Muallim al-Awwal shalallaahu alaihi Wa Sallam
Qudwah Likulli Muallim wa Muallimah, terj. Abu Haekal. Jakarta: Zikrul
Hakim, 2005.
Thîby, Syarafuddin. Syaharh ath-Thîby alâ Misykat al-Mashâbih, juz 11. Makkah: Maktabah Nizar Musthafa al-Bâz, 1417 H.
Wojowasito, S. W. Wasito Tito. Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris. Bandung: Hasta, 1980.
Yasū‘iy, Ma‘lūf, Louwis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, Cetakan XXVI. Beirut: al- Masyriq, t.t.
Yusuf, Tayar Anwar, Syaiful. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.