Mengapa Pendidikan Karakter islami sangat Penting ?

* Pendidikan yang diajarkan rosulullah adalah pendidikan berkarakter yang paling sempurna. karena Akhlaqul Karimah yang dimiliki nabi dapat merubah dunia. suatu perubahan terjadi karena Akhlaqul Karimah. mustahil kita merubah bangsa, merubah lingkungan, merubah pribadi seseorang, merubah anak didik kita dengan memaksa mereka berubah menurut keinginan kita. akan tetapi Akhlaqul karimah adalah kuncinya. Mengapa nabi Muhammad? karena Akhlaq nabi adalah AL-Qur'an. Wallahu A'lam.

Rabu, 16 Mei 2012


bismillahirrahmanirrahim
Berkomunikasi adalah hal yang penting dalam hubungan antara manusia, bahkan di masa kini, komunikasi sangat menentukan sukses tidaknya seseorang dalam segala sisi kehidupan. Rasulullah SAW adalah seorang komunikator yang handal. Seorang teladan luar biasa yang sepantasnya kita tiru. Berikut ini adalah beberapa tips yang diangkat dari teladan beliau dalam berkomunikasi:
  1. Rasullullah SAW adalah sosok yang fasih berbicara. Sedikit bicara namun penuh makna, mudah dimengerti, dan tidak menyinggung perasaan orang yang diajak berbicara.
  2. Ketika ada yang salah dan harus dihukum, maka hukumlah dengan adil tanpa harus menghinakannya.
  3. Berikan motivasi perbaikan diri kepada orang yang dihukum dan sudah menyesali kesalahannya, bukan malah menghina atau mencemoohnya.
  4. Berkatalah yang baik ketika mendapat musibah. Lakukan introspeksi, tidak menyalahkan siapapun, apalagi menghujat Allah SWT.
  5. Berkatalah yang baik atas orang yang sudah meninggal, kecuali untuk penulisan sejarah, boleh ditulis sewajarnya berdasarkan fakta yang ada.
  6. Berbicara yang baik kepada yang bukan ahli waris (tidak mendapat waris)
  7. Rasulullah SAW berpesan kepada perempuan untuk berbicara dengan cara yang baik dengan tidak mempermainkan suaranya.
  8. Ketika ditanya, “Siapa Anda?”, maka sebutkan nama kita, jangan hanya “Aku!”, atau “Saya!”.
  9. Berdakwah dengan cara yang terbaik yaitu dengan lemah lembut. Kalaupun harus berdebat, lakukan dengan cara yang paling baik.
  10. Berkata yang baik pada saat khitbah (meminang) seorang wanita.
  11. Berkata yang baik saat memegang amanah, misalnya ketika mendapat kepercayaan menjadi pimpinan atau memegang suatu tanggung jawab penting.
  12. Sabar dan tiada batasan untuk sabar. Sabar tidak berbatas, kita sendirilah yang membatasinya.
  13. Ketika mendapati diri mendapat fitnah maka ketika diklarifikasi maka lakukanlah dengan sabar. Jika memungkinkan, nasehatkan kebenaran kepada orang yang menyebarkan fitnah tersebut agar tersadar dari kesalahannya. Bagaimanapun, jika kebaikan kita dibalas dengan keburukan lalu kita seolah tidak peduli, maka ibaratnya kita sedang memberikan bara api kepada orang tersebut. Adalah kewajiban kita untuk menasehatinya, minimal mendoakannya agar suatu saat diberikan hidayah oleh Allah.
Sungguh perbuatan yang mencerminkan akhlak mulia memberikan efek yang jauh lebih dahysat dibandingkan dengan sekedar lisan. Siapkah diri kita untuk mengamalkan akhlak seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW baik dalam bertutur kata maupun berbuat? Insya Allah.

alhamdulillahirabbilalamin
Referensi:
  1. Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, dibawa ke hadapan Rasulullah SAW seorang yang tertangkap telah mabuk (minum khamar). Rasulullah SAW berkata : “hukumlah dia (pukullah)”. Maka di antara kami ada yang memukul dengan tangannya, dengan sandalnya, juga ada yang dengan kain. Ketika telah selesai pergilah orang itu, namun ada seorang sahabat yang berkata padanya, “Semoga Allah menghinakan kamu!!!”. Mendengar itu rasulullah berkata, “Janganlah kau berkata seperti itu padanya. Jangan kamu membantu syaitan (dalam menyesatkan orang itu)”. (HR. Imam Bukhari)
  2. Dari Ummi Salamah berkata, aku mendengar rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “barangsiapa yang mendapatkan musibah kemudian mengucapkan “Sesungguhnya semua datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah aku pahala atas musibah ini dan berikanlah ganti yang lebih baik”. Ummu Salamah berkata lagi, “Saat suamiku meninggal, aku mengucapkan seperti yang Rasul ullah ajarkan padaku, dan kemudian Allah menggantikan aku yang lebih baik, yaitu (aku menikah dengan) Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim)
  3. Aisyah radhiyallahu anha berkata Rasullullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah menghina orang yang sudah meninggal dunia, karena mereka telah melakukan apa yang dapat mereka perbuat (HR. Imam Bukhari)
  4. Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat , anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (An-Nisa QS. 4:8)
  5. Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya , dan ucapkanlah perkataan yang baik. (Al-Ahzab, QS. 33:32)
  6. Jabir radhiyallahu anhu berkata, Aku berkunjung ke rumah Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku ketuk pintunya dan Beliau bertanya, “Siapa ini (di luar)?” Maka kujawab, “Aku”. Kemudian Rasulullah berkata, “Aku..Aku..”, seolah Beliau sangat tidak suka (dengan jawaban aku..aku..). (Mutaqqah Alaih)
  7. Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf . Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Al-Baqarah, QS. 2:235)
  8. Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya , harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (An-Nisa, QS. 4:5).
  9. Pernah suatu ketika rasulullah dan aisyah seang berjalan dan di tengah berjalan bertemu dengan orang kafir yang mengucap salam ‘asam alaika’. Kemudian aisyah menjawab dengan jawaban panjang  yang disertai doa keburukan atas orang kafir itu, kemudian rasul menasehatinya bahwanya hendaknya cukup dijawab dengan “wa alaika”.
  10. http://ulfa7.multiply.com/journal/item/479

Senin, 14 Mei 2012

Cara berjalan Rosulullah SAW




bismillahirrahmanirrahim

Berjalan adalah hal yang paling mudah dilakukan jika kita termasuk manusia yang beruntung mendapatkan sepasang kaki yang normal dari Allah SWT. Sayangnya, tidak banyak diantara kita yang tahu bagaimana cara berjalan yang baik. Ingin tahu bagaimana cara Rasulullah SAW tercinta berjalan. Simaklah hal-hal berikut ini:
  1. Langkah kaki beliau mantap
  2. Postur tubuh beliau ketika melangkah tegap dan kuat seperti orang yang berjalan menuruni perbukitan
  3. Beliau mengangkat kakinya ketika berjalan, tidak diseret.
  4. Walaupun tegap dan kuat, gerakan beliau tetap terkesan santun dan tidak sombong
  5. Cara berjalan beliau melambangkan langkah orang yang memiliki tekad tinggi, visioner dan gagah berani
Jadi, siapkah kita sekarang juga mengubah gaya berjalan kita seperti beliau?
alhamdulillahirabbilalamin
Referensi:
  1. Sahabat Anas Radhiallahuanhu, menceritakan : “Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam orangnya berpostur sedang, tidak tinggi ataupun pendek, fisiknya bagus. Warna kulitnya kecoklatan. Rambutnya tidak keriting, juga tidak lurus. Apabila berjalan, beliau berjalan dengan tegak (Hadist Shahih asy-syamail no 2)
  2. Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiallahuanhu, juga memberikan gambaran tidak berbeda: “Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam orangya tidak tinggi juga tidak pendek (sekali..) Jika melangkah, beliau berjalan dengan tegak layaknya orang yang sedang menapaki jalan menurun. Aku belum pernah melihat orang seperti beliau sebelum atau setelahnya. (Hadist shahih, Mukhtashar asy-Syamail no 4
  3. lihat Ibnul Qayyim dalam Zadul ma’ad 1/167
  4. Imam as-SuyuthiRadhiallahu anhu mengatakan :’Perlu diketahui, tuntutan agama tidaklah seperti it. yang tepat ialah tata cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dan para sahabat, dilanjutkan oleh generasi Slafus Shalih. Sungguh, penghulu generasi terdahulu dan generasi belakangan (Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam) jika berjalan, mereka berjalan dengan tegap seolah-olah berjalan dari arah ketinggian” (Al amru bi lit-Tiba’a hlm 193).
  5. http://dianbilqis.multiply.com/journal/item/13
Kesempurnaan yang dimiliki Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam tidak hanya bersifat ruhani semata. Secara jasmani pun, Beliau memiliki kesempurnaan. Salah satu yang bisa kita lihat, yaitu cara Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam berjalan dalam mengayunkan kedua kakinya. beliau memiliki langkah yang mantap, postur yang tegap, kuat layaknya orang yang berjalan menuruni perbukitan dari arah ketinggian. Sahabat Anas Radhiallahuanhu, menceritakan :
“Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam orangnya berpostur sedang, tidak tinggi ataupun pendek, fisiknya bagus. Warna kulitnya kecoklatan. Rambutnya tidak keriting, juga tidak lurus. Apabila berjalan, beliau berjalan dengan tegak (Hadist Shahih asy-syamail no 2)
Shabat Ali bin Abi Thalib Radhiallahuanhu, juga memberikan gambaran tidak berbeda:
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam orangya tidak tinggi juga tidak pendek (sekali..) Jika melangkah, beliau berjalan dengan tegak layaknya orang yang sedang menapaki jalan menurun. Aku belum pernah melihat orang seperti beliau sebelum atau setelahnya. (Hadist shahih, Mukhtashar asy-Syamail no 4)

Maknanya beliau mengangkat ke dua kakinya dari permukaan tanah dengan tarikan kuat, namun tetap santun tidak menunjukkan kesombongan. Cara berjalan seperti itu merupakan gaya langkah orang-orang yang memiliki tekad tinggi, berita-cita luhur lagi gagah berani. Selain itu, ia merupakan cara berjalan yang baik dan memberikan perasaan paling nyaman bagi anggota tubuh.
Sebaliknya, gaya berjalan sangat lamban hingga gerakannya bak batang pohon yang dipikul saking beratnya, kurang semangat dalam bergerak bak orang mati, cara demikian ini tercela. Begitu pula dengan cara berjalan terlalu cepat, tak beraturan tanpa perhitungan juga merupakan cara berjalan yang buruk, menunjukkan orang tersebut kurang akalnya. Apalagi bila sembari dengan sering menengok ke kanan atau ke kiri. (lihat Ibnul Qayyim dalam Zadul ma’ad 1/167)
cara berjalan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam ini semestina menjadi panutan kita. Akan tetapi ironisnya, ada sejumlah orang yang disebut ahli ibadah, ia memiliki cara berjalan kontradiktif dengan ketegapan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam. Ahli ibadah ini mempertomtonkan gerak yang lemah lunglai, lesu tanpa tenaga menampakkan rasa malas-malasan dalam berjalan maupub berbicara. Supaya orang lain menilainya sebagai orang yang suka beribadah pada malam hari, sering berpuasa pada siang harinya dan ahli wara’.
Imam as-SuyuthiRadhiallahu anhu mengomentari cara berjalan”ahli ibadah” yang sperti itu. Katanya :’Perlu diketahui, tuntutan agama tidaklah seperti it. yang tepat ialah tata cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam dan para sahabat, dilanjutkan oleh generasi Slafus Shalih. Sungguh, penghulu generasi terdahulu dan generasi belakangan (Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam) jika berjalan, mereka berjalan dengan tegap seolah-olah berjalan dari arah ketinggian” (Al amru bi lit-Tiba’a hlm 193).
Ada sebuah kisah menarik, adalah asy-Syifa’ binti Abdillah pernah menyaksikan sejumlah pemuda yang berjalan lambat, maka ia pun melontarkan: “Siapakah mereka itu?” Orang-orang menjawab :”Mereka adalah ahli ibadah,” maka beliau menimpali:”Dulu, demi Allah, jika Umar berbicara suaranya terdengar. Jika berjalan, ia cepat. Dan jika memukul, membuat orang kesakitan. Dan beliau itulah contoh ahli ibadah sebenarnya”.
Ternyata gaya berjalan pun talah dicontohkan Rasulullah Shallalhu alaihi Wasallam secara sempurna. Yang mungkin sebagian orang menganggapnya perkara ringan dan sepele. Wallahu a’lam

Pelaksanaan Pendidikan Berkarakter Islami di Sekolah

Sumber : http://disdik.pesisirselatan.go.id

Dalam dimensi agama Islam, karakter berkaitan dengan akhlak. Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika, moral, dan karakter. Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran.

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya, aqidah dan syariah. Nabi Muhammad Saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia. Nabi Muhammad Saw. bersabda:
Artinya: “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Ahmad).

Keharusan menjunjung tinggi akhlak karimah lebih dipertegas lagi oleh Nabi Saw. dengan pernyataan yang menghubungkan akhlak dengan kualitas kemauan, bobot amal, dan jaminan masuk surga. Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr:
Artinya:Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik akhlaknya … (HR. al-Tirmidzi).

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa akhlak Islam bukan hanya hasil pemikiran dan tidak berarti lepas dari realitas hidup, melainkan merupakan persoalan yang terkait dengan akal, ruh, hati, jiwa, realitas, dan tujuan yang digariskan oleh akhlaq qur’aniah. Dengan demikian akhlak karimah merupakan sistem perilaku yang diwajibkan dalam agama Islam melalui nash al-Quran dan Hadis.

Allah menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan yang terbaik yang harus dicontoh sikap dan perilakunya. Terkait dengan ini Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab (21): 21).

Allah memilih Nabi Muhammad SAW. sebagai teladan terbaik karena keluhuran budi atau akhlaknya. Semua yang diperintahkan Allah dalam al-Quran selalu pasti dilaksanakan oleh Nabi dan yang dilarang Allah dalam al-Quran pasti dijauhi Nabi.

Sifat-sifat khusus (akhlak) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. maupun para nabi dan rasul yang lain adalah:
  1. Shiddiq, yang berarti jujur. Nabi dan rasul selalu jujur dalam perkataan dan perilakunya.
  2. Amanah, yang berarti dapat dipercaya dalam kata dan perbuatannya.
  3. Tabligh, yang berarti menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah (wahyu) kepada umat manusia.
  4. Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai, sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya.
  5. Ma’shum, yang berarti tidak pernah berbuat dosa atau maksiat kepada Allah. Sebagai manusia bisa saja nabi berbuat salah dan lupa, namun lupa dan kesalahannya selalu mendapat teguran dari Allah sehingga akhirnya dapat berjalan sesuai dengan kehendak Allah.

Akhlak Rasulullah tersebut menjadi dasar pelaksanaan pendidikan berkarakter islami di sekolah. Bagaimana sekolah menjadi lembaga pembinaan peserta didik sehingga menjadi manusia yang berakhlak dan berbudi pekerti yang mulia. Metode pelaksanaannya di sekolah harus disesuaikan dengan keadaan sekolah, lingkungan masyarakat dan kesiapan lembaga sekolah tersebut karena. Untuk pelaksanaan pendidikan berkarakter islami ini, seluruh aspek dan sendi-sendi sekolah harus sudah dimulai dengan kehidupan yang islami, mulai dari dasar dan dari awal hingga akhir.

Pengembangan pendidikan berkarakter islami dapat dilakanakan dengan memperhatikan beberapa prinsip.
  • Identifikasi akar filosofis
Sebelum memulai, teliti dan pelajari terlebih dahulu akar filosofis permasalahan yang ada di sekolah. Pelajari keadaan, kesiapan, niat dan keseriusan seluruh komponen sekolah dalam melaksanakan pendidikan berkarakter islami ini. Selanjutnya rancang sebuah konsep yang disesuaikan dengan keadaan skolah. Persiapkan segala sesuatu dan segala kemungkinan yang mngkin terjadi. 
  • Pendidik / guru
Guru adalah faktor kunci dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter islami di sekolah. Keseriusan guru bukan hanya pada pelaksanaan di kelas dan dalam pembelajaran, namun juga dalam kehidupan dan pergaulan di lingkungan sekolah dan masyarakat. Jadi guru benar-benar harus melaksanakan karakter islami pada dirinya sebelum menerapkannya kepada peserta didik.
  • Al-quran sebagai sahabat
Pendekatan pembelajaran yang islami tidak bisa dipisahkan dengan kedekatan pada Al-quran. Al-quran harus menjadi sahabat dalam kehidupan guru dan siswa. Membaca dan mempelajari Al-quran merupakan bagian wajib dalam pembelajaran dan kehidupan. Al-quran akan menjadi penuntun utama dalam pelaksanaan ajaran islam dalam kehidupan.
  • Masjid sebagai pusat kegiatan
Berbicara tentang kehidupan keislaman tidak bisa dipisahkan dar masjid. Pelaksanaan pendidikan berkarakter islami harus dimulai dari kedekatan siswa dengan masjid. Masjid harus dijadikan sebagai pusat segala kegiatan. Pembelajaran diawali dan dipusatkan dari masjid, sehingga nuansa keislaman akan melekat dalam lingkungan sekolah. Masjid harus berada di tempat yang strategis dan pengelolaan masjid harus optimal sehingga setiap kegiatan berjalan dengan lancar.
  • Key Player
Dalam pergerakan mempersiapkan dan melaksanakan pendidikan berkarakter islami di sekolah sangat tergantung pada pemain kunci (key player). Seorang penggerak yang gigih dan serius sangat dibutuhkan dalam melaksanakan perubahan yang sangat mendasar pada sebuah sekolah ini. Pemain kunci ini haruslah seorang yang benar-benar memahami keadaan sekolah dan lingkungan sekitar serta paham dan memiliki program yang jelas dan tertata serta terencana dengan baik sehingga dapat menggerakkan komponen sekolah yang lain dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter islami dan mempertahankannya.
  • Mobilitas vertikal dan horizontal
Pergerakan pelaksanaan pendidikan berkarakter islami tidak hanya dilaksanakan di sekolah, namun juga harus ada pergerakan secara vertikal dan horizontal. Masyarakat dan lingkungan harus dirangkul dan harus dibuat mendukung sepenuhnya. Ini sangat mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan dan mempertahankan pendidikan berkarakter islami. Selain itu tidak kalah penting para pemangku kepentingan yan harus dibuat mendukung penuh, baik dari segi moril, kebijakan maupun pendanaan, karena tanpa hal tersebut akan banyak kendala yang dihadapi. Jadi mobilitas secara vertikal dan horizontal harus dipertahankan dan terus dilaksanakan.
  • Kerjasama antar lembaga
Kerjasama sangat diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter islami. Dalam proses pendidikan harus ada kerjasama dengan lembaga terkait yang dapat menyokong pelaksanaannya. Misalnya dalam pendidikan Al-quran dan keislaman, harus bekerjasama dengan lembaga Al-quran dan keislaman untuk mendidik siswa maupun  guru. Begitupun untuk pembentukan akhlak, watak dan kepribadian.
  • Asrama
Asrama adalah salah satu komponen penting dalam pembinaan pendidikan berkarakter islami, namun asrama bukan hal yang wajib. Adanya asrama sangat mendukung karena dengan tinggalnya siswa dan guru di asrama, pendidikan  dapat dilakukan secara menyeluruh dalam segala segi kehidupan siswa.

(Dukutip dari berbagai sumber dengan perubahan seperlunya)


Pengirim : Tomi Tridaya Putra

Selasa, 08 Mei 2012

Mendidik Anak ala Rasulullah


Oleh: M.Quraish Shihab
ImagePakar-pakar pendidikan di Indonesia menilai bahwa salah satu sebab utama kegagalan pendidikan kita karena para pendidiknya yang gagal. Padahal, salah satu syarat mutlak untuk keberhasilan pendidikan adalah dipilihnya pendidik yang baik. Nah, Rasulullah adalah suri tauladan yang terbaik, karenanya mari kita berkaca dari sepercik cara mendidik anak ala beliau.
Pakar-pakar pendidikan di Indonesia menilai bahwa salah satu sebab utama kegagalan pendidikan kita karena para pendidiknya yang gagal. Kita dalam hal ini berada dalam lingkaran setan, anak didik tidak berkualitas ternyata karena gurunya yang kurang bermutu, akhirnya pendidikannya gagal. Memang salah satu syarat mutlak untuk keberhasilan pendidikan adalah dipilihnya pendidik yang baik, yang sebelumnya perlu dididik pula. Sebenarnya kalau melihat ke sejarah Nabi, problema ini baru terselesaikan karena Allah Swt. turun tangan.
Anak didik dibentuk oleh empat faktor. Pertama, ayah yang berperan utama dalam membentuk kepribadian anak. Bahkan, dalam Al-Quran hampir semua ayat yang berbicara tentang pendidikan anak, yang berperan adalah ayah. Kedua, yang membentuk kepribadiannya juga adalah ibu; ketiga, apa yang dibacanya (ilmu); dan keempat, lingkungan. Kalau ini baik, anak bisa baik, juga sebaliknya. Begitu pula baik-buruk kadar pendidikan kita.
Empat faktor ini belum tentu semuanya terwujud. Ketika Allah Swt. menetapkan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya, maka yang membentuk kepribadiannya adalah Allah Swt. Sebab, bila diserahkan kepada masyarakat atau keluarga, maka ia tidak akan sempurna, bisa jadi keliru. Dalam hal ini, Tuhan yang melakukan, sedangkan masyarakat atau keluarga diberi peranan yang sangat sedikit. Itu sebabnya bila telah selesai peranan ayah, maka dia diambil-Nya meninggal dunia. Ini karena Tuhan tidak mau beliau dididik bapaknya. Begitu lahir dibawa ke desa dan ketika usia remaja baru ketemu ibunya. Namun, ibunya pun kemudian diambil-Nya. Selain itu, beliau lahir di lingkungan dengan gaya hidup yang terbelakang, bahkan hampir tidak tersentuh oleh peradaban. Padahal, waktu itu Mesir, Persia, dan India semunya sudah maju. Dalam hal ini, Allah Swt. ingin mendidik langsung beliau untuk menjadi pendidik, yakni figur yang diteladani bagaimana seharusnya mendidik. Itu sebabnya beliau bersabda, Addabanî Rabbî fa Ahsana Ta’dîbi (“Yang mendidik saya itu adalah Tuhan”). Juga, Bu’itstu Mu’alliman (“Saya diutus-Nya menjadi pengajar, pendidik”).
Kita ambil beberapa inti dari kisah hidup Rasulullah Saw. Beliau bersabda, “Bila ingin anak yang membawa namamu itu tumbuh berkembang dengan baik, maka pilih-pilihlah tempat kamu meletakkan spermamu, karena gen itu menurun”. Jadi, sebelum anak lahir kita harus memilih hal yang baik, karena gen ini mempengaruhi keturunan. Pakar pendidikan mengakui bahwa ada faktor genetik dan pendidikan. Walaupun mereka berbeda pendapat yang mana lebih dominan, namun yang jelas keduanya punya pengaruh. Penulis pribadi cenderung berpendapat yang lebih dominan itu sebenarnya pada pendidikan, bukan sperma (gen). Sebagai analogi, bila kita lagi sumpek, masakan kita bisa tidak enak. Di sini ada pengaruh dari emosi dan sikap pada saat membuat suatu masakan. Jadi, bila ingin anak yang baik, maka harus ditanamkan perasaan yang enak, harmonis, dan penuh keagamaan sewaktu memproduksinya. Ini berpengaruh kepada jabang bayi. Ketika membuatnya dalam situasi ketakutan, maka anaknya pun akan menjadi penakut. Anak yang lahir di luar nikah itu berbeda dengan anak yang lahir dari hubungan yang sah. Karena semua orang sadar dalam hati bahwa perzinahan itu buruk, maka hal ini nantinya dapat berpengaruh terhadap anak. Karena itu pula, Nabi Saw. memerintahkan untuk memilih tempat-tempat yang baik saat menanamkan sperma kita dan dianjurkan sebelumnya untuk membaca doa dan tidak dihantui rasa takut atau cemas.
Di dalam Al-Quran diterangkan, Nisâukum hartsun lakum (Isteri kamu adalah ladang buatmu). Di sini Al-Quran mengumpamakan suami sebagai “petani” dan isteri sebagai “ladang”. Kalau petani menanam tomat, apakah apel yang tumbuh? Siapa yang salah, bila si suami menghendaki anak laki-laki namun yang lahir perempuan, petani atau ladangnya? Tentu petani. Setelah ditanam, semestinya benih itu dipelihara. Bila ada hama, maka perlu dipupuk, disirami, dan dipelihara dengan baik. Setelah ada hasilnya, maka perlu dicuci dulu bila ingin dimakan. Dan bila ingin dijual, juga dibersihkan dulu dan dikemas sedemikian rupa agar dapat bermanfaat. Ini sebenarnya pelajaran dalam Al-Quran. Agar buah yang lahir dari kehidupan suami-isteri ini bisa membawa manfaat sebanyak mungkin, maka harus memperhatikan sang isteri (ibu). Dari sini, sekian banyak anjuran untuk memberikan makanan yang bergizi bagi seorang ibu. Di masa Nabi Saw, buah yang paling banyak adalah kurma. Kurma itu memiliki vitamin dan karbohidrat yang tinggi. Nabi Saw. berkata, “Isteri-isteri kamu yang sedang hamil, maka berilah ia kurma agar supaya anaknya lahir sehat dan gagah”.
Hal di atas menunjukkan bahwa jauh sebelum anak dilahirkan, ternyata Islam telah memiliki landasan dan tempat berpijak. Lalu, apa yang perlu diperankan orang tua sekarang? Pertama, satu hal yang perlu digarisbawahi, begitu seorang anak lahir, Islam mengajarkan untuk diadzankan. Walaupun anak itu belum mendengar dan melihat, tapi ini memiliki makna psiko-keagamaan pada pertumbuhan jiwanya. Anak yang baru beberapa hari lahir, kalau ia ketawa, anda jangan menduga bahwa ia ketawa karena atau dengan ibunya, tapi karena ia merasakan kehadiran seseorang. Para pakar mengatakan demikian, karena ada orang yang lahir buta tetap tersenyum saat ibu mendekatinya. Jadi, seorang bayi memiliki rasa pada saat mendengar adzan, juga memiliki jiwa yang bisa berhubungan dengan sekelilingnya. Karena itu, adzan menjadi kalimat pertama yang diucapkan kepadanya. Dan, karena saat membacakan adzan seorang muadzin berhubungan dengan Tuhan, maka inilah yang memberikan dampak bagi perkembangan anak ke depan.
Kedua, sampai umur tujuh hari, kelahiran anak perlu disyukuri (‘aqiqah). Kalau begitu, jangan sampai terbetik dalam pikiran ibu/bapak merasa tidak mau atau tidak membutuhkannya, karena saat itu sang anak sudah punya perasaan dan harus disambut dengan penuh syukur (‘aqiqah). Misal, ada orang yang mengharapkan anak laki-laki, namun kemudian lahir anak perempuan, akhirnya ia kecewa serta tidak menerima dan menyukurinya. Semestinya perlu disyukuri, baik laki-laki maupun perempuan.
Ketiga, setelah ‘aqiqah, sang anak baru diberi nama yang terbaik karena dalam hadis disebutkan, “Di hari kemudian nanti orang-orang itu akan dipanggil dengan namanya”. Dalam hadis lain dijelaskan, “Nama itu adalah doa dan nama itu bisa membawa pada sifat anak kemudian”. Jadi, pilihlah nama yang baik untuknya.
Nama itu adalah sebuah doa yang menyandangnya. Ada ilustrasi, sebelum perang Badar (2 H.). berkecamuk, ada duel perorangan antara kaum muslim dan musyrik. Ali, Hamzah, dan ‘Ubaidah dari pihak kaum muslim, sedangkan dari pihak kaum musyrik yaitu ‘Utbah, Al-Walid dan Syaibah. Ali (yang tinggi) melawan Utbah (orang yang kecil). Hamzah (singa) berhadapan dengan Syaibah (orang tua). Al-Walid (anak kecil) berhadapan dengan ‘Ubaidah (hamba yang masih kecil). Bisa dibayangkan, bagaimana kalau orang yang tinggi besar berhadapan dengan anak kecil atau orang yang dijuluki “singa” dengan orang tua, siapa yang menang? Yang terjadi, Ali dan Hamzah berhasil membunuh lawannya, sedangkan Ubaidah dan al-Walid tidak ada yang terbunuh hanya keduanya terluka.
Nabi Saw. dipilihkan oleh Allah semua nama yang baik dan sesuai, karena ia adalah doa bagi yang menyandangnya. Misal, Nabi memiliki ibu bernama Aminah (yang memberi rasa aman) dan ayahnya Abdullah (hamba Allah). Yang membantu melahirkan Nabi namanya As-Syaffa (yang memberikan kesehatan dan kesempurnaan). Yang menyusuinya adalah Halimah (perempuan yang lapang dada), jadi Nabi dibesarkan oleh kelapangan dada. Anjuran untuk memilih nama yang mengandung doa juga dimaksudkan agar jangan sampai menimbulkan rasa rendah diri pada sang anak.
Keempat, mendidik anak bagi Nabi Saw. adalah menumbuhkembangkan kepribadian sang anak dengan memberikan kehormatan kepadanya, sehingga beliau sangat menghormati anak-cucunya. Bila memang sejak kecil ia sudah memiliki perasaan, maka jangan sampai ada perlakuan yang menjadikannya merasa terhina. Allah merahmati seseorang yang membantu anaknya untuk berbakti kepada orang tuanya. Nabi Saw. pernah ditanya, “Bagaimana seseorang membantu anaknya supaya ia berbakti?”, Nabi berkata: “Janganlah ia dibebani (hal) yang melebihi kemampuannya, memakinya, menakut-nakutinya, dan menghinanya”.
Ada sebuah riwayat, seorang anak lelaki digendong oleh Nabi dan anak itu pipis, lantas ibunya langsung merebut anaknya itu dengan kasar. Nabi kemudian bersabda, “Hai, bajuku ini bisa dibersihkan oleh air, tetapi hati seorang anak siapa yang bisa membersihkan”. Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi berkata, “Jangan, biarkan ia kencing”. Dari hal ini, muncul ketentuan, bila anak laki-laki kencing cukup dibasuh, sedangkan bila anak perempuan dicuci dengan sabun. Riwayat tadi memberi pelajaran bahwa sikap kasar terhadap seorang anak dapat mempengaruhi jiwanya sampai kelak ia dewasa.
Namun sisi lain, ada satu hal di mana Nabi sangat hati-hati dalam persoalan anak. Ketika Nabi lagi di masjid, ada orang yang kirim kurma, kemudian cucunya datang dan mengambil sebuah kurma lalu dimakannya. Nabi bertanya kepada ibunya, “Ini anak tadi mengambil kurma dari mana?” Sampai akhirnya, dipanggilnya Saidina Hasan dan dicongkel kurma dari mulutnya. Ini maknanya apa? Nabi tidak mau anak cucunya itu memakan sesuatu yang haram, walaupun ia masih kecil dan tidak ada dosa baginya, karena itu akan memberikan pengaruh kepadanya kelak ia besar.
Ada cerita dari pengalaman seorang ibu yang pendidikannya hanya sampai SD dan memiliki 13 anak, tetapi semuanya berhasil. Suatu ketika, ada orang yang bertanya kepada si ibu itu, “Doa apa yang dipakai ibu sehingga semuanya berhasil?” Jawabnya, “Saya dan suami saya tidak banyak berdoa. Tapi, bila anak saya bersalah atau saya tidak senang perbuatannya, saya selalu berkata, “Mudah-mudahan Tuhan memberimu petunjuk”. Jadi, anak ini tidak dimaki, dikutuk, atau dimarahi. Dan, kami kedua orang tuanya tidak pernah memberi makan mereka dengan makanan yang haram”.
Sumber: http://www.psq.or.id
http://www.halalguide.info/content/view/558/72/

Strategi Pendidikan Karakter Rasulullah

Strategi Pendidikan Karakter Rasulullah

Maraknya kekerasan di Indonesia membuat banyak kalangan merasakan keresahan mendalam. Berbagai konflik, bencana dan masalah melanda Republik tercinta. Paling menyedihkan tentunya konflik antar kelompok beragama dan kalangan muda. Budaya tawuran antar kampung, pelajar, mahasiswa dan suku masih terjadi.
Kita pantas bertanya, mengapa Indonesia menghadapi krisis kronis dan mengalami erosi moralitas. Perilaku positif hilang termakan zaman digantikan produksi perilaku negatif yang cenderung destruktif. Harga manusia dijual murah, penghilangan nyawa dianggap biasa dan budaya kecurigaan antar kelompok sangat tinggi.
Merespon fenomena itu, kita layak bertafakur dan merumuskan kembali sendi kehidupan agama dan kesalehan kolektif yang memudar. Salah satunya mengembalikan kembali posisi ajaran Islam yaitu Al – Qur’an dan Hadits Rasulullah secara proporsional, mengakar kuat dan mampu dirasakan sentuhannya dalam kehidupan masyarakat. Ada baiknya, kita juga kembali belajar membaca ulang bagaimana peri kehidupan teladan terbaik yaitu Rasulullah SAW.
Menumbuhkan Karakter Islami
Dalam kacamata kaum muslimin, gejala yang merusak di masyarakat akibat hilangnya karakter dan kepribadian Islami. Kita kecanduan produk Barat yang hedonistik, serba bebas dan berkiblat kesenangan duniawi. Konsep permissif itu berdampak rusaknya tatanan kehidupan sosial, kacaunya moralitas dan mengendurnya nilai kebersamaan antar individu.
Jelas, ini konsepsi yang bertentangan dengan nilai Islam yang mengatur tawazun (keseimbangan) kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah SAW dalam membentuk generasi pilihan sangat mengintensifkan tiga kecerdasan yaitu emosional, spritual dan intelektul. Hasilnya dapat dirasakan dimana banyak dilahirkan pejuang Islam hebat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan sahabat lainnya.
Ada beberapa prinsip strategis pembentukan karakter Rasulullah kepada para sahabat sebagai generasi penerusnya.
Pertama, Rasulullah SAW sangat fokus kepada pembinaan dan penyiapan kader. Fakta itu dapat dilihat sejak beliau mulai mendapatkan amanah dakwah. Tugas menyebarkan Islam dijalankan dengan mencari bibit kepemimpinan unggul berhati bersih. Dakwah beliau fokus tidak menyentuh segi kehidupan politik Makkah. Selain faktor instabilitas dan kekuatan politik, perjuangan dakwah memang difokuskan nilai pembinaan.
Dirinya berusaha menanamkan karakter kenabian yaitu siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fatonah (cerdas). Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi saksi bagaimana ahirnya kepemimpinan Islam dilahirkan. Point penting pertama pendidikan karakter adalah fokus, bertahap dan konsisten terhadap pembinaan sejak dini.
Kedua, mengutamakan bahasa perbuatan lebih baik dari perkataan. Aisyah menyebut Rasulullah SAW sebagai Al-Qur’an yang berjalan. Sebutan itu tidak salah, mencermati Sirah Nabawiyah menjadikan kita menuai kesadaran rekonstruksi pemikiran dan tindakan Rasulullah SAW. Beliau berbuat dulu, baru menyerukan kepada kaumnya untuk mengikutinya. Kesalehan individu berhasil membentuk kesalehan kolektif di masyarakat Makkah dan Madinah.
Sesungguhnya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah” (QS 33 : 21)
Ketika berdakwah di masyarakat Thaif dirinya mendapat perlakuan buruk dilempari kotoran. Pada saat itu datanglah Malaikat Jibril menawarkan jasa. “Hai muhammad jika engkau kehendaki gunung yang ada dihadapanmu ini untuk aku timpahkan kepada penduduk Thaif, niscaya sekarang juga aku lakukan.” Nabi menjawab “Jangan Jibril, semua itu dilakukan mereka karena ketidaktahuan mereka” kemudia nabi berdo’a “allâhumahdî qaumî fainnahû lâ ya’lamûn” “Ya Allah berikanlah hidayah kepada kaumku sesungguhnya mereka tidak mengetahui” Alhamdulillah, Allah SWT mendengar doanya, masyarakat Thaif banyak menjadi pengikut Islam. Point penting kedua, berikan keteladanan baru mengajak orang lain mengikuti apa yang kita lakukan.
Ketiga, menanamkan keyakinan bersifat ideologis sehingga menghasilkan nilai moral dan etika dalam mengubah masyarakatnya. Beliau meluruskan kemusyrikan mereka dengan mengajarkan kalimat tauhid yakni meyakini Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Karakter tauhid menghasilkan pergerakan manusia yang dilandasi syariat Islam dalam menjalankan kehidupan. Mengutip Nur Faizin (Republika, 13/10)
Pendidikan karakter yang terpenting adalah pendidikan moral dan etika. Rasulallah SAW sendiri pun menegaskan hal itu dalam sabdanya, "Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak karimah." (HR Ahmad dan yang lain). Menumbuhkan kembali akhlak karimah haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter setiap bangsa.
Akhirnya karakter itu harus memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Rasulullah SAW sudah memberikan teladan itu dengan membangun pendidikan berbasis moral dan etik. Pembangunan pendidikan dapat dimulai dari Pesantren, Kampus dan Sekolah sebagai tempat subur pembinaan sekaligus pemberdayaan karakter generasi muda. Karena dengan moral yang baik dan etika yang berlandaskan ideologi yang benar akan membentuk komunitas masyarakt bangsa yang rahmatan lil alamin.

sumber: http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/inggar-saputra-pengurus-pusat-kammi-strategi-pendidikan-karakter-rasulullah-saw.htm

HADIS-HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN RASULULLAH SAW

HADIS-HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN RASULULLAH SAW


HADIS-HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan.
Sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan. (Anwar, 2003: 42)

Rasul saw. sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
Makalah ini akan menyajikan hadis-hadis Nabi saw. tentang metode pendidikan dalam lingkup makro dan mikro, yang dilaksanakan Rasulullah. Hadis-hadis yang berimplikasikan pada metode pendidikan dalam lingkup makro, meliputi; metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan. Metode pendidikan dalam lingkup mikro terdiri dari; metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman.
B. Pembahasan
1. Pengertian Metode Pendidikan.
Satu dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi pendidikan dapat diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.(Poerwakatja, 1982: 56). Sedangkan dalam bahasa Inggeris, disebut dengan method yang mengandung makna metode dalam bahasa Indonesia.(Wojowasito, 1980:113). Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan tharīqah yang berarti jalan atau cara.(Louwis, t.t.: 465). Demikian pula menurut Yunus, tharīqah adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan metode.(Munawwir, 1997: 849). Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, di antaranya pengertian yang dikemukakan Surakhmad (1998: 96), bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Yusuf (1995: 2), metodologi adalah ilmu yang mengkaji atau membahas tentang bermacam-macam metode mengajar, keunggulannya, kelemahannya, kesesuaian dengan bahan pelajaran dan bagaimana penggunaannya. Poerwakatja (1982: 386), mengemukakan; metode pembelajaran berarti jalan ke arah suatu tujuan yang mengatur secara praktis bahan pelajaran, cara mengajarkannya dan cara mengelolanya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a. Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab;
b. Aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c. Tujuan harus dicapai secara efektif.
Ada istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi, sebagai berikut:
a. Pendekatan (al-madkhal/approach).
Pendekatan yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa, bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan terlebih dahulu sebelum aspek membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga dari asumsi tersebut pendidik dapat menentukan metode yang tepat.(Sumardi, t.t: 91-94).
b. Teknik/strategi.
Teknik penyajian bahan pelajaran adalah penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik. Teknik adalah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan metode yang didasarkan atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik harus sejalan dengan metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah peserta didik yang tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan tepat, pendidik memintakan peserta didik untuk menirukan ucapannya.
c. Metode.
Metode adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian bahan/materi pelajaran secara sistematis dan metodologis serta didasarkan atas suatu pendekatan, sehingga perbedaan pendekatan mengakibatkan perbedaan penggunaan metode. Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku sehingga terlihat dalam pribadi subjek dan obyek pendidikan, yaitu pribadi Islami. Selain itu, metode dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.(Nata, 2001: 91).
Metode, merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya monopragmatis, bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaannya mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan kebermaknaan menurut kondisi sasarannya. Mengingat sasaran metode adalah manusia, maka pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru baru berdaya guna dan berhasil guna, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna adalah metode yang mengandung nilai nilai instrinsik dan ekstrinsik, sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. (Arifin, 1996: 197). Nahlawi (1996: 204), mengatakan metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qur’ani dan Nabawi, metode perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode tarģîb dan tarhîb.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, dapat dipahami bahwa metode pendidikan Islam adalah berbagai cara yang digunakan oleh pendidik muslim, sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, sehingga nilai-nilai Islami dapat terlihat dalam pribadi peserta didik (subjek dan obyek pendidikan).
2. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Makro
a. Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya. (al-Bukhari, 1987, I: 193)
Hadis di atas tergolong syarîf marfû’ dengan kualitas perawi yang sebagian terdiri dari şiqah mutqinũn, ra’su mutqinũn, şiqah dan perawi bernama Qatadah adalah sahabat Rasulullah saw. (CD Room, Kutub at-Tis’ah).
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun. (Al-Asqalani, 1379H: 591-592). Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik. (al-Hamd, 2002: 27).
Memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga berperangai buruk.
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33: 21).
Al-Baidhawi (Juz 5: 9), memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
b. Metode lemah lembut/kasih sayang.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran. (Muslim, t.t, I: 381).
Hadis di atas tergolong syarîf marfũ’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut. An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan keagungan perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah lembut dan mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini juga perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah saw. dalam mendidik.(an-Nawawi, 1401H, V: 20-21).
Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
c. Metode deduktif.
حَدَََّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir. (al-Bukhari, t.t, I: 234).
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah mutqin, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar. (an-Andalusi, 1979, I: 97).
d. Metode perumpamaan
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya; Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini. (Muslim, IV: 2146)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
e. Metode kiasan.
حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya: Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu. (al-Bukhari, I: 119)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, sedangkan Aisyah adalah istri Rasulullah saw. Ibn Hajar, memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil tentang disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan dengan aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib. (al-Asqalani, I: 415-416). Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1) Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
f. Metode memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada manusia.(al-Bukhari, I: 38)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, Anas adalah sahabat Rasul saw. Ibnu Hajar al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan kemudahan bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani, I: 62) dalam arti mengajarkan ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar.
Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .
g. Metode perbandingan.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
Artinya: Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair, hadis Abi Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn A’yân, hadis Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid, hadis Muhammad ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw. bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut, kemudian perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya. (Muslim, IV: 3193)
Hadis di atas tergolong syarif marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut dan śaduq. Imam an-Nawâwi memberi komentar pada hadis ini, dengan ungkapan” akhirat dibandingkan dengan dunia, dalam hal waktunya dunia itu singkat dan kenikmatannya yang sirna, sedangkan akhirat serba abadi, sebagaimana perbandingan antara air yang lengket pada jari dibanding dengan sisanya di lautan. (an-Nawawi, XVII: 192-193)
Makna hadis di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
3. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Mikro
a. Metode tanya jawab
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa. (Muslim, I: 462-463)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Metode bertanya ini untuk mengajak si pendengar agar fokus dengan pembahasan. Misalnya kata; ”bagaimana pendapat kalian?” adalah pertanyaan yang diajukan untuk meminta informasi. Maksudnya beritahukan padaku, apakah masih tersisa?. Menurut at-Thiiby, sebagaimana dikutip al-Asqalâni, menjelaskan lafaz ”لو” dalam hadis tersebut memberi makna perumpamaan. (al-Asqalani, I: 462).
Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.(an-Nahlawi, 1996: 205). Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
b. Metode Pengulangan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. (As-Sijistani, t.t, II: 716).
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan ”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada orang yang merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
c. Metode demonstrasi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Artinya: Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. (al-Bukhari, I: 226)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah kaşir, şiqah şubut. Hadis ini sangat jelas menunjukkan tata cara salat Rasulullah saw. kepada sahabat, sehingga para sahabat dipesankan oleh Rasulullah saw. agar salat seperti yang dicontohkan olehnya.
Menurut teori belajar sosial, hal yang amat penting dalam pembelajaran ialah kemampuan individu untuk mengambil intisari informasi dari tingkah laku orang lain, memutuskan tingkah laku mana yang akan diambil untuk dilaksanakan. Dalam pandangan paham belajar sosial, sebagaimana dikemukakan Grendler (1991: 369), orang tidak dominan didorong oleh tenaga dari dalam dan tidak oleh stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Tetapi sebagai interaksi timbal balik yang terus-menerus yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan lingkungannya.
Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan suatu gerakan atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh pendidik atau orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan dengan baik dan benar.
Metode demonstrasi dapat dipergunakan dalam organisasi pelajaran yang bertujuan memudahkan informasi dari model (model hidup, model simbolik, deskripsi verbal) kepada anak didik sebagai pengamat. Sebagai contoh dipakai mata pelajaran Pikih kelas II pada madrasah Tsanawiyah yang membahas pelaksanaan shalat Zuhur. Kompetensi Dasar (KD) dari pokok bahasan tersebut adalah: “Siswa dapat melaksanaan ibadah shalat Zuhur setelah mengamati dan mempraktekkan berdasarkan model yang ditentukan”. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, dibutuhkan beberapa kemampuan yang harus dikuasai anak didik dalam indikator pencapaian, yaitu :
1) Kemampuan gerakan (melakukan posisi berdiri tegak menghadap kiblat, mengangkat tangan sejajar dengan telinga ketika takbiratul ihram, membungkuk dengan memegang lutut ketika ruku’, melakukan i’tidal, melakukan sujud dengan kening menempel di sajadah, melakukan duduk di antara dua sujud, melakukan duduk tahyat akhir yang agak berbeda dengan duduk di antara dua sujud, melakukan salam dengan menoleh ke kanan dan kiri.
2) Kemampuan membaca bacaan salat (bacaan surat al-Fatihah, bacaan ayat Alquran, bacaan ruku’, bacaan berdiri i’tidâl, bacaan sujud, bacaan duduk antara dua sujud, bacaan tahyat awal dan akhir.
3) Menganalisis tingkah laku yang dimodelkan. Tingkah laku yang dimodelkan sesuai dengan bahan pelajaran adalah ‘motorik” meliputi keterampilan dalam gerakan salat dan kemampuan membaca bacaan shalat.
4) Menunjukkan model. Gerakan dalam salat dilakukan berdasarkan urut-urutannya (prosedural) dan bacaan dalam salat diucapkan dengan baik dan benar berdasarkan tata cara membaca Alquran (ilmu tajwid).
5) Memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan dengan umpan balik yang dapat dilihat, tiap anak didik mempraktekkan kembali gerakan shalat Zuhur yang ditunjukkan oleh model seiring dengan aba-aba prosedur yang diberikan guru. Demikian pula dengan bacaan salat dapat dipraktekkan anak didik.
6) Memberikan reinforcement dan motivasi. Guru memberikan penguatan pada anak didik yang telah berhasil melakukan gerakan dengan baik dan benar dan mengarahkan serta memperbaiki gerakan dan bacaan anak didik yang belum sesuai.
d. Metode eksperimen
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
Artinya: Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I: 129)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444) Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
e. Metode pemecahan masalah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ.
Artinya: Hadis Quthaibah ibn Sâ’id, hadis Ismâil ibn Ja’far dari Abdullah ibn Dinar dari Umar, sabda Rasulullah saw. Sesungguhnya di antara pepohonan itu ada sebuah pohon yang tidak akan gugur daunnya dan pohon dapat diumpamakan sebagai seorang muslim, karena keseluruhan dari pohon itu dapat dimanfaatkan oleh manusia. Cobalah kalian beritahukan kepadaku, pohon apakah itu? Orang-orang mengatakan pohon Bawâdi. Abdullah berkata; Dalam hati saya ia adalah pohon kurma, tapi saya malu (mengungkapkannya). Para sahabat berkata; beritahukan kami wahai Rasulullah!. Sabda Rasul saw; itulah pohon kurma.(al-Bukhari, I: 34).
Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah şubut, dan şiqah, sedangkan ibn Umar ra. adalah sahabat Rasulullah saw. Al-Asqalâni (I:147), menyebutkan dengan metode perumpamaan tersebut dapat menambah pemahaman, menggambarkannya agar melekat dalam ingatan serta mengasah pemikiran untuk memandang permasalahan yang terjadi. (al-Asqalani, I: 147). Metode tanya jawab berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya, melalui dialog, perasaan dan emosi pembaca akan terbangkitkan, jika topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. (an-Nahlawi, t.t.: 205) Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan.
f. Metode diskusi
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta. Rasul bersabda; Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997)
Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan Abu Hurairah ra. adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut an-Nawâwi, Penjelasan hadis di atas yaitu Rasulullah saw. memulai pembelajaran dengan bertanya dan jawaban sahabat ternyata salah, maka Rasulullah saw. menjelaskan bahwa bangkrut dimaksud bukanlah menurut bahasa. Tetapi bangkrut yang dimaksudkan adalah peristiwa di akhirat tentang pertukaran amal kebaikan dengan kesalahan. (an-Nawawi, t.t, XVI: 136).
g. Metode pujian/memberi kegembiraan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya: Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut. sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasul saw. Ibn Abi Jamrah mengatakan hadis ini menjadi dalil bahwa sunnah hukumnya memberikan kegembiraan kepada anak didik sebelum pembelajaran dimulai. Sebagaimana Rasulullah saw. mendahulukan sabdanya; ’saya telah menyangka’, selain itu ‘karena saya telah melihat semangatmu untuk hadis’. Oleh sebab itu perlu memberikan suasana kegembiraan dalam pembelajaran. (Andalusi, t.t :133-134)
h. Metode pemberian hukuman.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ….
Artinya: Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183).
Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. (Abadi, t.t, II: 105-106). Dengan demikian Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
1) Memberi nasehat dan petunjuk.
2) Ekspresi cemberut.
3) Pembentakan.
4) Tidak menghiraukan murid.
5) Pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
6) Jongkok.
7) Memberi pekerjaan rumah/tugas.
8) Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut.
9) Alternatif terakhir adalah pukulan ringan. (al-Syalhub, Terj. Abu Haekal, 2005: 59-60).
Hal yang menjadi prinsip dalam memberikan sanksi adalah tahapan dari yang paling ringan, sebab tujuannya adalah pengembangan potensi baik yang ada dalam diri anak didik.
C. Penutup
Metode pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini (masih banyak yang belum), terdiri dari metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan, metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik.
.
DAFTAR BACAAN
Andalūsi, Imâm Ibn Abi Jamrah. Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. Beirut: Dârul Jiil, 1979.
Anwar, Qomari. Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa. Jakarta: UHAMKA Press, 2003.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H.
Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Munawwir, Warson Ahmad. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nahlawi, Abdurrahman. Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press:1996.
Naisabūri, Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi. Shahih Muslim, Juz 1. Saudi Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nawâwi, Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria. Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim. Beirut: Dâr al-Fikri, 1401 H.
Poerwakatja, Soegarda. Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Sijistâni, Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’aş. Sunan Abu Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Sumardi, Muljanto. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN. Jakarta: Departemen Agama RI, Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama, t.t.
Surakhmad,Winarno. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito, 1998.
Syalhub, Fuad bin Abdul Azizi. Al-Muallim al-Awwal shalallaahu alaihi Wa Sallam Qudwah Likulli Muallim wa Muallimah, terj. Abu Haekal. Jakarta: Zikrul Hakim, 2005.
Thîby, Syarafuddin. Syaharh ath-Thîby alâ Misykat al-Mashâbih, juz 11. Makkah: Maktabah Nizar Musthafa al-Bâz, 1417 H.
Wojowasito, S. W. Wasito Tito. Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris. Bandung: Hasta, 1980.
Yasū‘iy, Ma‘lūf, Louwis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, Cetakan XXVI. Beirut: al- Masyriq, t.t.
Yusuf, Tayar Anwar, Syaiful. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

METODE PENDIDIKAN RASULULLAH


METODE PENDIDIKAN RASULULLAH TELADAN
DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ISLAM BAGI PENDIDIK UMAT
1. LATAR BELAKANG
Era globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut negara dan menjadi sebuah keniscayaan. Era ini menghendaki setiap negara beserta individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik antar negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi tak jarang memiliki pengaruh dan dampak yang negatif pula jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan serta memberikan dampak multidimensi. Globalisasi memang menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi.
Bidang pendidikan pun juga tidak luput dari efek yang ditimbulkan dari globalisasi. Isu yang digulirkan untuk pendidikan adalah kompetensi bagi setiap individu yang terlibat dalam proses pendidikan maupun keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh institusi pendidikan. Jika dilihat sekilas, muatan nilai yang terdapat dalam agenda globalisasi nampak universal dan tidak memiliki dampak negatif. Namun jika ditelaah standard kompetensi dan keunggulan kompetitif yang seperti apa inilah yang perlu dicermati dengan seksama.
Faktanya, standard tersebut tampak di permukaan ditentukan oleh dunia internasional melalui lembaga internasional semacam UNESCO atau yang sejenis dan menjadi sebuah kesepakatan dunia, akan tetapi ada sisi gelap yang belum terkuak yaitu pihak perumus standard tersebut adalah negara Eropa dan Amerika. Bagi kalangan masyarakat awam, kedua kawasan (Eropa dan Amerika) tersebut masih relevan menjadi kiblat peradaban modern dan mapan. Dikatakan demikian karena penampakan yang ada dan diopinikan dengan sistematis bahwa Amerika dan Eropa telah berhasil menjadi negara yang unggul dibandingkan negara lainnya dan menampakkan gambaran kesejahteran dan kemakmuran yang dirasakan oleh setiap orang yang berada di kawasan tersebut.
Pandangan akan kemilau keberhasilan Amerika dan Eropa membangun peradaban modernnya yang didalamnya juga terdapat pola pendidikan diasumsikan terbaik tidak hanya bagi masyarakat awam. Negara-negara di dunia ketiga yang notabene banyak diantaranya adalah negeri-negeri muslim silau dengan keberhasilan pendidikan di kedua kawasan tersebut dan menjadikannya benchmark / patokan untuk pengembangan pendidikan di negaranya masing-masing.
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara agama dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut paham Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat di permukaan dimuat oleh beberapa media massa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.
Ambillah contoh, baru-baru ini seluruh pelajar SMA di Indonesia melangsungkan Ujian Akhir Nasional. Standard kelulusan yang ditetapkan Mendiknas tiap tahunnya dinaikkan mulai dari 3,00 pada tahun 2003 hingga 5,25 pada 2008 ini. Penetapan standard ini sebagai implementasi penyetaraan kompetensi pelajar Indonesia dengan pelajar Internasional. Tapi di tataran praktik, banyak terjadi fenomena paradoks dan fakta yang ironis. Seperti anak yang dikenal pintar ternyata tidak lulus UAN dengan berbagai alasan, belum lagi variasi kecurangan selama UAN berlangsung yang ternyata tidak dominasi pelajar tapi juga sampai pada jajaran guru dan sekolah untuk mengelabui dan mengejar standard kelulusan.(JawaPos, 23/04/2008)
Juga, Indonesia diketahui sebagai negara pada urutan ketujuh dunia sebagai negara pengakses situs-situs porno. Lebih jauh lagi, dibahas didalamnya ternyata sebagai pengakses situs porno dari Indonesia dari kalangan pelajar. Prosentase terbesar diduduki oleh pelajar SMA sejumlah 38% diikuti oleh mahasiswa sebesar 33,6% dan ternyata dari kalangan siswa SMP juga menjadi pengakses situs porno17,3% sisanya sebesar 11% ditempati oleh masyarakat non pelajar. (Times, 14/12/2006)
Kasus parah lainnya yang tampak sebagai indicator degradasi moral dalam pandangan umum adalah tawuran yang sering dilakukan di kalangan pelajar ternyata juga merambah di kalangan mahasiswa. Padahal jika memandang secara idealnya, seharusnya semakin tinggi jenjang pendidikan yang dilalui oleh anak didik semestinya yang bersangkutan mengedepankan etika dan logika-rasional akademisi. Maksudnya mahasiswa sebagai insan pendidikan yang menjalani jenjang tertinggi tidak seharusnya terbawa emosi sehingga berujung pada tawuran. Peristiwa yang sering terjadi di kota Jakarta, maupun Makassar, Medan, Palu itu yang tampak, mungkin akan banyak lagi yang belum terjangkau liputan media massa sehingga tidak tampak di permukaan.
Beberapa contoh kasus diatas merupakan efek negatif dari pola pendidikan yang diadopsi Indonesia dari negara acuannya yaitu Eropa dan Amerika. Dikatakan berefek negatif karena ditinjau secara kebijakan makro, pendidikan Barat tidak lepas dari kerangka berpikir pada ideologi kapitalisme. Padahal sudah banyak dikupas habis banyaknya kelemahan dan keburukan pada ideology kapitalisme sebagai buah tangan manusia. Sedangkan jika ditinjau secara mikro, permasalahan tidak adanya link and match antara materi yang didapatkan di bangku sekolah dengan realitas yang ada di lapangan. Sehingga anak didik sering mengalami kebingungan sesuai menyelesaikan masa studi dan mulai memasuki masyarakat. Lulusan institusi pendidikan belum sempat menentukan langkah sudah tenggelam dengan hiruk pikuknya tata kehidupan materialistic.
Selain itu, esensi materi pendidikan yang distandardisasi (baca : ditiru) dari Barat bermuatan budaya dan pemikiran yang tidak sesuai dengan syari’at Islam. Indikasi yang bisa dijumpai, masih diajarkannya teori evolusi Darwin tanpa diimbangi dengan pemahaman Islam terhadapnya. Hukum kekekalan massa pada fisika yang juga semestinya dinilai secara kritis dalam pandangan Islam oleh gurunya. Belum lagi pelajaran yang berkaitan dengan sosial-ekonomi yang bisa dikatakan sekitar 85% tidak sesuai dengan Syari’at Islam. Ditambah lagi mata pelajaran agama yang diajarkan di sekolah maupun pendidikan tinggi cuma +2 jam dalam seminggu. Itupun materi ajarnya ‘menjenuhkan’ artinya dari mulai Sekolah Dasar hingga Pendidikan Tinggi pembahasannya berputar permasalahan ibadah mahdloh. Sedangkan permasalahan interaksi manusia (muamalat) hampir tidak ada sama sekali.
Derasnya serangan tsaqofah Barat seperti sikap hedonistic dengan implikasinya berupa gaya hidup hura-hura, konsumeristik, rakus, boros, cinta mode, pergaulan bebas, individualistic, kebebasan yang salah arah dan lepas kendali serta tampilan pada anak didik sebagai generasi permisif dan anarkis yang telah disebutkan diatas secara eksplisit wujudnya. Serangan tersebut berakibat pada pengaruh dan peran pendidik umat (guru) menurun drastic sehingga pendidik umat secara perlahan-lahan kehilangan kewibawaan dan keteladanan di tengah-tengah anak didik.
Akhirnya kita dihadapkan pada perkara inti yaitu bagaimana gambaran pola pendidikan Islam ? bagaimana pula sosok pendidik umat yang dibutuhkan untuk membangun kepribadian Islam pada anak didik kaum muslimin?. Pertanyaan ini akan mudah untuk dijawab jika kita memiliki pedoman yang jelas dan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah serta ber-azzam (bertekad kuat) untuk menggali dan mengeksplorasi khazanah Islam sebagai fundamendal pendidikan generasi muda yang handal. Karena sungguh didalam Al-Qur’an Sunnah telah dijelaskan dengan mendalam segala aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan. Maka dari itu penulis mencoba akan menguraikan pada penjelasan berikut ini.
2. ARAH DAN PILAR PENDIDIKAN ISLAM
Kerusakan yang lama ada pada pola pendidikan di negara Barat sepatutnya ditinggalkan oleh kaum muslimin. Kerusakan tersebut timbul dikarenakan tidak adanya muatan ruhiyah dalam penelitian dan pengembangan sains dan teknologinya. Sehingga dampak yang bisa dirasakan, pola pendidikan tersebut menghasilkan output berpikir dan bersikap berdasarkan pada prinsip materialisme dengan menanggalkan prinsip syari’at Islam. Dari sinilah problem sosial kemasyarakatan muncul dan kerusakan tatanan kehidupan. sebagaimana telah disitir dalam ayat berikut ini
Telah nyata kerusakan didaratan dan dilautan oleh karena tangan – tangan manusia “. (Ar- Rum : 41).
Segala urusan dunia jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia tanpa melibatkan hukum-hukum Allah didalamnya, maka solusi tersebut tidak bisa menuntaskan masalah. Sehingga yang terjadi adalah fenomena tambal sulam ataupun gali lubang, tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada Islam.
Islam diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad tidak sekadar melakukan perbaikan akhlaq. Namun lebih jauh lagi, turunnya Islam menjadi penyempurna dari semua agama yang ada dan memuat semua tata aturan kehidupan secara paripurna. Islam menjelaskan aturan mulai dari masuk kamar mandi hingga masuk parlemen, mulai dari menegakkan sholat hingga menegakkan Negara Islam. Demikian pula, Islam menjelaskan secara total bagaimana kaidah pendidikan sesuai dengan Khitab As-Syaari’. Jadi sangat disayangkan jika kaum muslimin berpaling dari Islam malah meniru total pendidikan ala Barat karena silau dengan kemajuannya.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqoroh : 208)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata”(QS.Al-Ahzab : 36)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS.An-Nisa’: )
Sepanjang sejarah dunia, Islam telah terbukti mampu membangun peradaban manusia yang khas dan mampu menjadi pencerah serta penerang hampir seluruh dunia dari masa-masa kegelapan dan kejayaannya +13 abad lamanya. Factor paling menentukan atas kegemilangan Islam membangun peradaban dunia adalah keimanan dan keilmuannya. Tidak ada pemisahan ataupun dikotomi atas kedua factor tersebut dalam pola pendidikan yang diterapkan. Sehingga generasi yang dihasilkan juga tidak diragukan kehandalannya hingga kini.
Sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Mereka dikenal tidak sekadar paham terhadap sains dan teknologi namun diakui kepakarannya pula di bidang ilmu diniyyah.
Kalau begitu pola pendidikan seperti apa yang mampu mencetak generasi islam berkualitas sekaliber tokoh-tokoh dunia tersebut? Penting kiranya menyatukan persepsi tentang pendidikan sesuai kaidah Syara’. Hakekat pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna yang diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan pendidikan sebagai proses menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab puncak kesempurnaan itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW. Karena itu, keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal. Setelah diketahui hakikat pendidikan maka berikutnya bisa dirumuskan tujuan dari pendidikan Islam yang diinginkan yaitu :
1. Membangun kepribadian islami yang terdiri dari pola piker dan pola jiwa bagi umat yaitu dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran, dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa anak didik. Karenanya harus disusun dan dilaksanakan kurikulum oleh Negara.
2. Mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad, Fiqh, Peradilan, dll) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi (kimia, fisika, kedokteran, dll). Sehingga output yang didapatkan mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.
Kedua tujuan dari pola pendidikan Islam bisa terlaksana jika ditopang dengan pilar yang akan menjaga keberlangsungan dari pendidikan Islam tersebut. Pilar penopang pendidikan Islam yang dibutuhkan untuk bekerja sinergis terdiri dari :
1. Keluarga
Dalam pandangan Islam, keluarga merupakan gerbang utama dan pertama yang membukakan pengetahuan atas segala sesuatu yang dipahami oleh anak-anak. Keluarga-lah yang memiliki andil besar dalam menanamkan prinsip-prinsip keimanan yang kokoh sebagai dasar bagi si anak untuk menjalani aktivitas hidupnya. Berikutnya, mengantarkan dan mendampingi anak meraih dan mengamalkan ilmu setingggi-tingginya dalam koridor taqwa. Jadi keluarga harus menyadari memiliki beban tanggung jawab yang pertama untuk membentuk pola akal dan jiwa yang Islami bagi anak. Singkatnya, keluarga sebagai cermin keteladanan bagi generasi baru. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
كلّ مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصّرانه أو يمجّسانه
“Setiap anak dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)
رضى الرّبّ في رضى الوالدوسخط الرّبّ في سخط الولد
“Ridho Tuhan terletak pada ridho orang tua, demikian juga kemurkaan Tuhan terletak pada kemurkaan orang tua.” (HR.Al-Bukhori no.6521)
2. Masyarakat
Pendidikan generasi merupakan aktivitas yang berkelanjutan tanpa akhir dan sepanjang hayat manusia. Oleh karena itu, pola pendidikan Islam tidak berhenti dan terbatas pada pendidikan formal (sekolah), namun justru pendidikan generasi Islami yang bersifat non formal di tengah masyarakat harus beratmosfer Islam pula. Kajian tsaqofah islam serta ilmu pengetahuan dan sarana penunjangnya menuntut peran aktif dari masyarakat pula. Ada beberapa peran yang bisa dimainkan masyarakat sebagai pilar penopang pendidikan generasi islami yaitu sebagai control penyelenggaraan pendidikan oleh negara dan laboratorium permasalahan kehidupan yang kompleks.
خذاالحكمة ممن سمعتموها فانه قديقول الحكمة غير الحكيم وتكون الرمية من غير رام
Ambillah hikmah yang kamu dengan dari siapa saja, sebab hikmah itu kadang-kadang diucapkan oleh seseorang yang bukan ahli hikmah. Bukankah ada lemparan yang mengenai sasaran tanpa disengaja?” (HR. Al-Askari dari Anas ra dalam kitab Kashful Khafa’ Jilid II, h.62))
العلم ضالة المؤمن حيث وجده أخذه
Hikmah laksana hak milik seorag mukmin yang hilang. Dimanapun ia mejumpainya, disana ia mengambilnya (HR. Al-Askari dari Anas ra)
3. Madrasah
Tempat untuk mengkaji keilmuan lebih intensif dan sistematis terletak pada Madrasah. Semasa Rasulullah SAW, masjid-masjid yang didirikan kaum muslimin menjadi lembaga pendidikan formal bagi semua manusia. Didalamnya tidak semata-mata membahas ilmu diniyah, namun juga ilmu terapan. Rasulullah menjadikan masjid untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam, tapi penyusunan strategi perang pun juga seringkali dilakukan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabat didalam masjid. Sedangkan dimasa modern saat ini pendidikan bisa dialihkan yang semula masjid ke tempat dengan fasilitas yang menunjang dalam proses pembelajaran lebih efektif baik itu sekolah maupun perguruan tinggi. Hal ini sah-sah saja dan tidak bisa dianggap sebagai upaya memisahkan anak didik dari masjid.
Peradaban Islam mengalami puncak kegemilangan pada saat Bani Abbasiyah memegang tampuk kekuasaan dalam system pemerintah Khilafah Islamiyah. Sepanjang pemerintahan Khilafah Abbasiyah, perhatian sangat besar diberikan pada pengembangan ilmu pengetahuan dengan pola pendidikan islami. Sejarah mencatat berdirinya Bait Al-Hikmah sebagai madrasah dengan jenjang pendidikannya yang sistematis. Bait Al-Hikmah dibangun oleh Khalifah Al-Ma’mun yang dikenal sebagai khalifah pencinta ilmu pengetahuan. Dari Bait Al-Hikmah inilah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang telah disebutkan sebelumnya. Juga Bait Al-Hikmah lah menjadi mercusuar ilmu pengetahuan yang didatangi oleh semua orang dari segala penjuru dunia termasuk Barat. Dan munculnya Renaissance di Eropa terjadi setelah banyak orang Eropa menggali ilmu pengetahuan dari bait Al-Hikmah.
Sistematika pendidikan islam yang bisa diterapkan dalam madrasah dikelompokkan secara berjenjang (marhalah) yang harus memperhatikan fakta anak didik di setiap tingkatan. Tentunya bobot yang diberikan disetiap tingkatan memiliki komposisi yang berbeda namun proporsional. Sedangkan keberhasilan sistematika pendidikan islami yang ada pada madrasah tergantung pada para tenaga pendidiknya. Perkembangan sikap dan pemahaman yang terdapat pada anak didik merupakan tanggung jawab terbesar pada para tenaga pendidik. Lebih dari itu, syakhsiyah Islamiyah yang dicita-citakan pada anak didik menjadi sempurna apabila para tenaga pendidiknya lebih dahulu memiliki syakhsiyah islamiyah tersebut dan mampu meningkatkan secara berkelanjutan. Madrasah meletakkan harapan besar kepada para tenaga pendidik untuk memberikan proses yang tidak sekadar transfer of knowledge tapi juga cultivate of spirit and value. Maka dari itu arti guru yaitu digugu dan ditiru benar-benar bisa terlaksana dan terjaga dengan baik.
4. Negara
Negara sebagai pilar penopang bisa mewujudkan pola pendidikan Islami akan lebih optimal, efektif dan sempurna jika didukung dengan semua kebijakan yang dikeluarkan terhadap aspek kehidupan ini berlandaskan syari’at Islam. Peran yang bisa diambil oleh Negara dalam mewujudkan pola pendidikan Islami diantaranya :
a. Menyusun kurikulum berdasarkan aqidah islam untuk semua institusi pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi). Filterisasi terhadap paham-paham sesat dan menyesatkan bisa dijalankan melalui standar kurikulum Islami. Sehingga harapannya tidak lagi masuk di materi sekolah tentang teori Darwin, ekonomi ribawi, serta filsafat liberal-sekuler dan lainnya yang tidak sesuai dengan Aqidah Islam.
b. Seleksi dan kontrol ketat terhadap para tenaga pendidik. Penetapan kualifikasi berupa ketinggian syakhsiyah islamiyah dan kapabilitas mengajar. Jika sudah didapatkan tenaga pendidikan yang sesuai kualifikasi, negara harus menjamin kesejahteraan hidup para tenaga pendidik agar mereka bisa focus dalam penelitian dan pengembangan ilmu bagi anak didik dan tidak disibukkan aktivitas mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
c. Menyajikan content pendidikan dengan prinsip Fikru lil Amal (Link and Match / ilmu yang bisa diamalkan). Artinya jangan sampai isi materi pendidikan tidak membumi (tidak bisa diterapkan) sehingga tidak berpengaruh dan tidak memotivasi anak didin untuk mendalaminya.
d. Tidak membatasi proses pendidikan dengan batasan usia dan lamanya belajar. Karena hakekat pendidikan adalah hak setiap manusia yang harus dipenuhi oleh Negara. Allah mengamanahkan penguasa negara untuk benar-benar memenuhi kebutuhan umat tanpa syarat termasuk pendidikan.
الامام راع وهو مسؤول عن رعيته
“Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar)
Arah Pendidikan

3. PERAN PENDIDIK DALAM ISLAMIC CHARACTER BUILDING
Rasulullah SAW selaku penyampai risala Islam yang mulia merupakan cerminan yang komprehensif untuk mencapai kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir. Bahkan sayyidah ‘Aisyah tatkala ditanya oleh beberapa sahabat mengenai pribadi Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Rasulullah itu adalah Al-Qur’an berjalan. Artinya semua kaidah kehidupan yang ditetapkan islam melalui Al-Qur’an semuanya contoh sudah terdapat dan dijumpai dalam diri Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya menjadi seorang nabi, tapi juga kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru dengan teladan yang baik. Allah SWT sendiri telah memuji keluhuran pribadi Rasulullah SAW dalam ayat-Nya :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS.Al-Ahzab : 21)
Jaminan mardhatillah akan didapatkan oleh setiap orang yang bersungguh-sungguh menggali dan meneladani kepribadian Rasulullah. Selain itu jaminan keselamatan dan syafa’at saat hari kiamat akan diberikan Rasulullah. Jadi tidak ada keraguan lagi dan tidak akan memilih cara lain termasuk dalam menerapkan pola pendidikan selain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sosok Rasulullah SAW yang menjadi pendidik sukses bisa diakui tidak cuma kalangan dunia Islam namun juga dari komentar yang diberikan oleh kalangan Barat seperti Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena -dari sudut pragmatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”. Selain itu Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh dunia meletakkan Rasulullah Muhammad di posisi pertama sebagai sosok paling berhasil dan tak tergantikan oleh sosok lainnya berkaitan dengan memimpin dan mendidik umat dalam kurun waktu singkat sehingga terwujud kehidupan yang mulia.
Wujud pendidik umat yang mampu membangun generasi islami dengan ciri yang melekat padanya berupa pola pikir dan pola jiwa yang islami sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah bisa ditinjau dari sifat seorang pendidik serta strategi pendidikan yang dimiliki pendidik. Jika kedua hal ini dipahami dengan benar dan diimplementasikan dengan istiqomah, niscaya generasi islami akan terwujud. Sifat Rasulullah memang yang paling khas adalah Shiddiq, Fathonah, Tabligh, dan Amanah. Namun secara spesifik untuk seorang pendidik, bisa dijumpai sifat yang dicontohkan Rasulullah SAW berikut ini :
a. Kasih Sayang. Wajib dimiliki oleh setiap pendidik sehingga proses pembelajaran yang diberikan menyentuh hingga ke relung kalbu. Implikasi dari sifat ini adalah pendidik menolak untuk tidak suka meringankan beban orang yang dididik.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS.Al-Fath : 29)
b. Sabar. Bekal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pendidik yang sukses. Keragaman sikap dan kemampuan memahami yang dimiliki oleh anak didik menjadi tantangan bagi pendidik. Terutama bagi anak didik yang lamban dalam memahami materi dibutuhkan kesabaran yang lebih dari pendidik untuk terus mencari cara agar si anak didik bisa setara pemahamannya dengan yang lainnya.
Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS.Al-Baqoroh : 153).
c. Cerdas. Seorang pendidik harus mampu menganalisis setiap masalah yang muncul dan memberikan solusi yang tepat untuk mengembangkan anak didiknya merupakan wujud dari sifat cerdas. Kecerdasan yang dibutuhkan tidak cuma intelektual namun juga emosional dan spiritual.
d. Tawadhu’. Pantang bagi seorang pendidik memiliki sifat arogan (sombong) meski itu kepada anak didiknya. Rasulullah mencontohkan sifat tawadhu’ kepada siapa saja baik kepada yang tua maupun yang lebih muda dari beliau. Sehingga tidak ada jarang yang renggang antara pendidik dengan anak didik dan akan memudahkan pembelajaran dan memperkuat pengaruh baik pendidik kepada anak didik karena penghormatan.29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.
عن أنس بن مالك رض الله عنه مرّ صبيانٍ فسلّم عليهم وقال كان النبيّ صلى الله عيه وسلّم يفعله(HR.Bukhori)
e. Bijaksana. Seorang pendidik umat tidak boleh mudah terpengaruh dengan kesalahan bahkan oleh keburukan yang dihadapinya dengan bijaksana dan lapang dada sehingga akan mempermudah baginya memecahkan sebab-sebab permasalahan tersebut
f. Pemberi Maaf. Anak didik yang ditangani oleh pendidik umat tentunya tidak luput dari kesalahan maupun sikap-sikap yang tidak terpuji lainnya. Maka dari itu pendidik umat dituntut untuk mudah memberikan maaf meskipun ada sanksi yang diberikan kepada anak didik yang menjadi pelaku kesalahan sebagai bagian dari edukasi.
g. Kepribadian yang Kuat. Sanksi bisa jadi tidak diperlukan dalam mengedukasi anak didik jika seorang pendidik umat memiliki kepribadian yang kuat (kewibawaan, tidak cacat moral, dan tidak diragukan kemampuannya) sehingga memunculkan apresiasi dari anak didik, bukannya apriori. Sehingga secara otomatis bisa mencegah terjadinya banyak kesalahan dan mampu menanamkan keyakinan dalam diri anak
h. Yakin terhadap Tugas Pendidikan. Rasulullah dalam menjalankan tugas mengedukasi umat selalu optimis dan penuh keyakinan terhadap tugas yang diembannya. Patutlah jika pendidik umat juga memiliki sifat ini yaitu yakin usaha sampai, karena Allah SWT akan mempercepat pemberian terhadap manusia yang memiilki keyakinan tinggi terhadap keberhasilan setiap tugas yang dilakukan. Sesuai dengan hadits Qudsi bahwa Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya.
Sifat-sifat diatas menjadi bekal dan support bagi pendidik umat untuk berhasil dalam mengimplementasikan strategi yang disusunnya. Rasulullah sebagai pendidik memiliki strategi pendidikan yang penting diketahui. Strategi tersebut terdiri dari metode, aksi, dan teknik yang diperlukan dalam mendapatkan hasil yang maksimal untuk pendidikan islami. Metode yang dilakukan Rasulullah meliputi :
1. Spiritual-Mentality Building. Rasulullah meletakkan pondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat terhadap kaum muslimin semasa itu. Karena jika pendidikan tidak dimulai dari dalam diri, maka apapun manifestasi pendidikan tersebut hanyalah manipulatiif. Pembentukan mental islam yang kuat akan menghindarkan anak didik dari penyakit hati seperti benci, dengki, buruk sangka, sombong, bohong, pesimis, dsb. Jika seseorang telah mampu mengeliminasi penyakit hati, maka orang tersebut berpotensi besar untuk sukses.
2. Applicable. Allah SWT tidak pernah memerintahkan keimanan kecuali disertai dengan tindakan nyata. Maka berawal dari kenyataan ini, Rasulullah SWT melakukan penguatan pengetahuan teoritis dengan aplikasi praktis. Sebab akan bisa didapatkan manfaat hakiki yang lahir dari aplikasi praktis terhadap pengetahuan teoritis tersebut.
“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik” (QS.Ar-Ra’d : 29)
3. Balance in Capacity. Artinya sebagai seorang pendidik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah memberikan penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas yang berlebihan akan menyebabkan seorang pendidik tersebut dijauhi dan tugasnya pun akan ditinggalkan. Metode ini sesuai dengan hadits Rasulullah
فاذا أمرتكم بشيء فاتوامنه مااستطعتم
“jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka tunaikanlah sesuai dengan kemampuan kalian (yang paling maksimal). (HR.Muslim no. 1307)
ما انت بمحدّث قوم حديثًا لاتبلغه عقولهم إلاّكان لبعضهم فتنةً
“ Kamu sekali-kali janganlah memberi penjelasan kepada suatu kaum, penjelasan yang tidak bisa dijangkau oleh akan mereka, kecuali ia akan menjadi fitnah bagi sebagian diantara mereka.”(HR.Muslim)
4. Right Treatment for Diversity. Pendidikan Islami memerlukan tindakan tepat terhadap keragaman anak didik. Keragaman tersebut bisa diklasifikasi berdasarkan demografi. Rasulullah memberi perlakuan berbeda dalam mendidik antara pria dengan wanita, antara orang badui dengan orang kota, antara orang yang baru masuk islam dengan yang sudah lama memeluk islam. Sehingga jika tepat dalam memberi perlakuan terhadap keragaman anak didik, apa yang disebut adil akan terwujud dari pendidik kepada anak didik.
5. Priority & Thing First Thing. Kemampuan untuk membuat prioritas dan memilah yang terpenting daripada yang penting sangat diperlukan untuk dimiliki oleh pendidik. Prioritas dan mendahulukan hal terpenting dalam proses pendidikan islami berarti menanamkan kebiasaan kepada anak didik bertindak efektif dan efisien. Efektif artinya melakukan sesuatu yang benar sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu dengan benar.
إغتنم خمسًا قبل خمس حياتك قبل موتك وصحّتك قبل سقمك وفراغك قبل شغلك وشبابك قبل هرمك وغناك قبل فقرك
Manfaatkan lima perkara sebelum (datang) lima perkara : masa hidupmu sebelum (datang) matimu, masa sehatmu sebelum (datang) masa sakitmu, masa senggangmu sebelum (datang) masa sempitmu, masa mudamu sebelum (datang) masa tuamu, dan masa kayamu sebelum (datang) masa miskinmu.” (GR. Tirmidzi)
6. Good Advice for Good Time. Pendidik umat harus mampu memberikan konseling kepada anak didik yang sedang dilanda masalah ataupun berbuat kesalahan fatal tanpa disadarinya. Ada yang perlu diperhatikan dalam pemberian nasehat/advice kepada anak didik yaitu kuantitas dan timing. Kuantitas maksudnya nasihat yang diberikan tidak banyak namun terkontrol dalam pelaksanaan pada anak didiknya. Jika terjadi pengabaian pada nasihat pertama, maka bisa kemudian diberi nasehat yang selanjutnya dan lebih berbobot. Lantas, mengenai waktu/timing penyampaian nasihat harus tepat. Pemilihan waktu yang tepat saat memberikan nasehat akan memberikan dampak perubahan yang luar biasa kepada anak didik.
7. Achievement Motivation.Motivasi berprestasi penting artinya dimasukkan dalam proses pendidikan islami karena mengandung dorongan positif yang kuat dari dalam diri manusia berefek pada sikap dan tindakannya mengarah pada hal yang positif pula. Sehingga kebajikan lebih dominan dan mampu melenyapkan keburukan sesuai dengan ayat Al-Qur’an :
“….Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk...(QS.Huud:114)
8. Coercive and Reward.Sanksi dan Penghargaan bisa dianggap sebagai upaya memotivasi anak didik. Ada kalanya anak didik berbuat baik karena takut dihukum dan ada yang memang menginginkan mendapat pujian dari gurunya. Sedangkan Rasulullah SAW mencontohkan mengedepankan penghargaan ketimbang sanksi karena Allah SWT mengutamakan menerima karena suka daripada karena takut. Menerima karena suka akan memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang diperintahkan dengan lapang dada.
9. Self-Evaluation. Rasulullah mengajarkan kepada kaum muslimin waktu itu dalam metode pendidikan yang beliau jalankan adalah evaluasi diri (muhasabah). Anak didik yang selalu diajak untuk melakukan evaluasi diri dalam keterlibatannya pada proses pendidikan islami akan memacu diri anak didik untuk melakukan perbaikan sehingga akan didapatkan peningkatan performance (kinerja) yang lebih baik lagi.
10. Sustainable Transfer.Pendidikan islami merupakan pembentukan diri dan prilaku yang tidak bisa didapatkan dalam waktu sekejap. Butuh kesinambungan proses baik transfer maupun control terhadap hasilnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah juga berjalan dalam jangka waktu yang tidak singkat. Waktu 13 tahun dihabiskan selama di Makkah dan dilanjutkan di Madinah di sisa usia beliau hingga kembali ke haribaan tidak pernah berhenti untuk terus dan terus mendidik umat.
Penjelasan singkat mengenai keteladanan Rasulullah SAW bagi pendidik umat bisa menjadi bekal untuk melakukan perbaikan mutu sikap dan pikir anak didik sesuai dengan syari’at Islam. Sebenarnya masih sangat luas sekali-hingga tak terhitung jumlahnya-,keteladanan yang diberikan Rasulullah SAW. Tapi sekali lagi, jika kita mau dan bertekad keras untuk memulai dari yang sedikit dulu namun istiqomah dan ada peningkatan bertahap kelak kemudian hari dari apa-apa yang telah dicontohkan Rasulullah, insya Allah akan menghasilkan kualitas anak didik yang tidak diragukan lagi kehandalannya.
4. KHATIMAH
Pembangunan dan pembentukan generasi islam berkualitas sebagaimana para sahabat, tabi’in, tabi’in-tabi’at dan ulama-ulama kenamaan merupakan bukti keberhasilan pola pendidikan islami. Generasi islam dinilai berkualitas apabila terbentuk pola pikir dan pola jiwa berlandaskan pada aqidah Islam yang kuat sehingga mampu mengintegrasikan keimanan dan kompetensi pada diri anak didik. Pola pendidikan islami sudah ada semenjak Rasulullah SAW hidup dan beliaulah yang meletakkan pondasinya dengan banyak keteladanan yang bisa diambil. Dengan dihasilkannya generasi islami juga akan didapati peradaban mulia seperti yang sudah tercatat dalam sejarah dunia tentang kegemilangan peradaban islam mengubah dunia dari kegelapan menuju pencerahan hakiki. Pendidikan islami mampu membuktikan janji Allah SWT dengan munculnya umat terbaik sesuai dengan ayat al-Qur’an :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imron : 110)
خير كم قرني ثمّالذين يلونهم ثمّ الذين يلونهم ثمّ الذين يلونهم
Sesungguhnya yang terbaik dari kalangan kamu ialah sezaman denganku, kemudian orang yang hidup selepas zaman aku, setelah itu orang yang hidup selepas mereka”. (HR. Al-Bukhori no. 1496)
DAFTAR PUSTAKA
- Abdurrahman, Hafidz., Membangun Kepribadian Pendidik Umat, WADI Press, 2008
- Ahmed, Shabir., Anas Abdul Muntaqim., Abdul Satar., Islam dan Ilmu Pengetahuan, Penerbit Al-Izzah, 1999
- Al-Baghdadi, Abdurrahman., Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, Penerbit Al-Izzah, 1996
- Asari, Hasan., Menyingkap Zaman Keemasan Islam : Kajian Atas Lembaga-Lembaga Pendidikan, Mizan, 1994
- Hizbut Tahrir Indonesia, Membangun Generasi Berkualitas Dengan Perspektif Islam, 2003
- Hizbut Tahrir Indonesia, Generasi Cerdas, Generasi Peduli Bangsa : Solusi Tuntas Krisis Kepemimpinan, Proceedings Lokakarya Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004
- Lukman, H. Fahmy. Syariat Islam dalam Kebijakan Pendidikan, www.icmimuda.org, 2006
- Yasin, Abu., Strategi Pendidikan Negara Khilafah, Pustaka Thariqul Izzah, 2004

SARAN DAN KRITIK SANGAT BERMANFAAT BAGI KAMI.